Tulisan Budi Susilo yang berjudul "Sepi Pembeli, Meski Ubah Warung Jadi Lebih Rapi", di Kompasiana (24/5/2025) menarik untuk dijadikan pelajaran bagi para pelaku usaha.
Pelaku usaha kecil yang ingin "naik kelas" lazimnya akan tergoda untuk memperbaiki penampilan, dengan tujuan bisa lebih banyak menggaet pelanggan.
Penampilan dimaksud bisa berupa tempat berjualan yang lebih luas, lebih nyaman, dekorasi yang kekinian, kemasan produk yang lebih enak dipandang, dan sebagainya.
Nah, dalam kasus yang ditulis Mas Budi (begitu biasanya saya memanggil Kompasianer Budi Susilo), dikisahkan tentang keberadaan tempat makan yang sangat sederhana.
Kesederhanaan itu terlihat dari tempat yang bersahaja dan juga dalam cara memajang makanan. Bangunannya dari kayu dan lantainya disemen tanpa aci.
Meskipun demikian, pembelinya selalu ramai, bahkan antri di jam-jam tertentu. Padahal, angin yang berhembus dari rongga kayu tak mampu mengusir kepanasan yang dirasakan pelanggan.
Sayangnya, ketika kemudian warung makan itu direnovasi menjadi lebih luas, lebih nyaman, dan bergaya kekinian, pelanggan malah sepi.
Terlepas dari soal kemungkinan sepi itu karena perubahan cita rasa makanan, saya merasa justru renovasi itu menjadi blunder bagi pemilik warung makan itu.
Betapa tidak, ada kerugian yang berganda, yakni dari biaya renovasi yang pasti tidak sedikit nilai rupiahnya dan sepinya pelanggan.
Dugaan saya, pelaku usaha yang punya tempat makan di atas gagal memahami kelompok mana yang jadi target market atau pelanggan yang disasarnya.