Kecelakaan bus saat study tour yang dilakukan rombongan dari salah satu SMA di Depok, Jawa Barat, menimbulkan pro dan kontra tentang pelaksanaan kegiatan sejenis yang dilakukan banyak sekolah.
Terlepas dari kasus kecelakaan bus tersebut, ada kesan yang ditangkap masyarakat bahwa sekolah diuntungkan dengan adanya acara study tour.
Guru-guru yang ikut study tour tidak perlu membayar, karena dari kontribusi per pelajar kemungkinan sudah dilebihkan, agar cukup untuk membiayai guru pendamping.
Bahkan, ada dugaan, dari pihak perusahaan bus yang digunakan, ada cashback untuk sekolah. Jadi, pemilihan bus antara lain dengan mempertimbangkan besarnya cashback itu.
Kalau dugaan tersebut benar, jelas faktor idealisme yang jadi pegangan guru dalam bertindak atau dalam memutuskan sesuatu, mulai luntur.
Itu baru dilihat dari satu kasus saja. Belum lagi kalau dibahas saat penerimaan murid baru, ada saja isu "permainan" bermunculan dalam percakapan antar orang tua murid.
Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam sebuah rilisnya tertanggal 18 September 2023 mencatat terdapat 76 dari 242 kasus korupsi pendidikan yang ditindak penegak hukum, terjadi di sekolah.
Kasus di sekolah itu 18 persen berbentuk pungli. Hal ini bisa terjadi saat penerimaan peserta didik baru, saat menjelang ujian, dan saat kenaikan kelas.
Demikian pula pemungutan uang untuk pembelian pakaian seragam, buku, praktikum, menebus surat keterangan lulus, dan sebagainya dengan harga yang tidak wajar, bisa disebut pungli.
Menurut ICW, angka 76 kasus itu terdengar tidak banyak, karena pungli di sekolah seringkali tidak terungkap atau tidak sampai ke meja penegak hukum.