Di hari lebaran kita biasanya menyampaikan ucapan selamat Idulfitri dan memohon maaf lahir batin kepada saudara, kerabat, dan sahabat, melalui media sosial di ponsel kita.
Meskipun demikian, sepanjang memungkinkan, bertemu secara langsung dengan famili dan sahabat tetap diperlukan, serta terasa lebih bermakna.
Tentu, pihak yang kita temui atau yang menemui kita, hanya mereka yang berada dalam satu kota atau satu daerah yang bisa terjangkau dalam waktu yang cepat.
Bisa juga yang bertemu itu antara para pemudik yang datang dari kota besar, dengan sanak saudaranya di kampung asal si pemudik.
Bersilaturahmi secara langsung itu sangat dianjurkan, bahkan disebut-sebut bisa memperpanjang umur. Wallahu'alam.
Masalahnya, silaturahmi bisa membuat sebagian orang merasa kurang nyaman, bahkan bisa menyakitkan yang menusuk hati.
Hal itu terjadi bila ada pihak yang mengajukan pertanyaan yang sebetulnya sekadar basa-basi, namun tanpa disadari telah menyinggung perasaan orang yang ditanya.
Contohnya, pertanyaan yang bersifat fisik "kok makin gemuk aja?" Padahal yang ditanya lagi melakukan program diet dan merasa sudah turun berat badannya.
Begitu juga pertanyaan kapan wisuda, kapan dapat pekerjaan yang mapan, kapan mau menikah, kapan mau punya anak, kapan mau naik haji, kapan menikahkan anak, dan sebagainya.
Begitulah budaya kita, hal-hal yang bagi orang barat dianggap sebagai privasi dan tidak sopan untuk ditanyakan, oleh kita malah menjadi hal yang ditanyakan saat awal pertemuan.