Lebaran identik dengan aktivitas bersilaturahmi, banyak orang yang berkunjung ke rumah famili dan sahabatnya atau menerima kunjungan dari kerabat.
Pada kesempatan itulah terucap kata selamat Idul Fitri sambil saling memohon maaf lahir dan batin di antara mereka yang sedang bersilaturahmi.
Setelah itu, seharusnya akan terjadi obrolan santai untuk mengakrabkan diri, sekaligus sebagai pertanda saling menghargai antara tuan rumah dan tamu-tamunya.
Tentu, obrolan tersebut dilakukan sambil menikmati kue lebaran atau menyantap hidangan ketupat dengan lauk opor ayam yang menjadi ciri khas lebaran di negara kita.
Sayangnya, suasana keakraban tersebut bisa terganggu bila masing-masing orang yang secara fisik berdekatan itu, malah sibuk dengan gawainya sendiri.
Tak heran, ada sindiran bahwa gawai itu "mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat".
Soal mendekatkan yang jauh, tentu maksudnya betapa gampangnya chatting dengan orang yang secara fisik berada di tempat yang sangat jauh.
Masalahnya, banyak orang yang rajin meminta maaf dalam rangka Idulfitri melalui media sosial, tapi di dunia nyata seperti tidak menghargai silaturahmi secara tatap muka.
Paling tidak, karena kecanduan yang parah dengan gawai yang tersambung dengan jaringan internet, 3 periku berikut menjadi ancaman bagi terjalinnya komunikasi tatap muka langsung.
Pertama, phubbing atau kebiasaan membuka gawai terus menerus saat kumpul-kumpul, termasuk di saat bersilaturahmi di hari lebaran.