Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Nasib Anak Kos yang Menderita di Bulan Puasa

Diperbarui: 22 Maret 2024   14:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi anak kos | dok. merdeka.com

Saya pernah jadi anak kos waktu kuliah di awal dekade 1980-an. 2 dari 3 anak saya juga pernah jadi anak kos karena kuliahnya di kota lain, bukan di Jakarta tempat kami sekeluarga tinggal.

Anak saya jadi anak kos di era yang sudah jauh berbeda dengan apa yang saya alami dulu. Menurut saya, nasib anak kos di era milenial secara umum jauh lebih baik ketimbang era jadul.

Dulu, saya kos di sebuah kamar berukuran standar dan diisi 3 orang. Memang, biaya kos bulanan jatuhnya lebih murah, karena dibagi 3 orang.

Tapi, tentu privacy anak kos jadul sangat berkurang, karena harus menenggang perasaan teman-teman sekamar.

Jarang ada kamar kos yang pakai pendingin ruangan ketika itu. Bahkan, kamar yang saya tempati tidak punya kipas angin.

Nah, di era anak saya jadi anak kos, seperti juga yang dialami teman-temannya, rata-rata satu kamar satu orang. Ada fasilitas pendingin udara dan televisi.

Belakangan, anak kos tidak lagi mementingkan hiburan televisi, dan lebih mementingkan fasilitas internet yang lancar agar mereka bebas berselancar di dunia maya.

Dalam soal makan, dulu saya mau tak mau harus bisa memasak sendiri, paling tidak memasak telor ceplok atau masakan lain yang relatif gampang.

Hanya kalau lagi punya sedikit uang dan lagi malas memasak, saya makan di warung makan standar untuk mahasiswa, ya lebih kurang modelnya seperti warteg.

Sedangkan anak-anak saya, ketika jadi anak kos sudah mulai marak memesan makanan via online yang diantar ke alamat kos.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline