Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Ibu-ibu Jualan Takjil, Haruskah Terhenti Setelah Ramadan?

Diperbarui: 1 April 2024   05:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi ibu-ibu jualan takjil | dok. tribun manado / siti nurjanah

Sebetulnya, arti takjil adalah menyegerakan. Dalam konteks puasa Ramadan, takjil berarti tidak menunda-nunda saat buka puasa. 

Begitu azan magrib berkumandang, segera saja meminum segelas air dan sebutir kurma, atau menikmati makanan kecil lainnya yang biasanya terasa manis seperti kolak.

Kenapa tidak langsung makan besar? Agar tidak terlambat melaksanakan salat magrib. Baru setelah salat magrib, silakan makan nasi plus lauk pauk.

Nah, arti takjil yang dipahami masyarakat pada akhirnya adalah makanan kecil yang manis-manis yang lazim disantap saat berbuka puasa.

Untuk membuat takjil sepertinya tidak terlalu sulit bagi ibu-ibu rumah tangga yang suka memasak, atau yang punya kemauan untuk belajar memasak.

Awalnya, ibu-ibu memasak takjil untuk dinikmati sendiri. Sebagian ibu-ibu mungkin mendapat pujian dari keluarganya atau dari tetangganya yang dikirimi makanan.

Nah, karena pujian bahwa takjil bikinannya enak, sebagian ibu-ibu punya pemikiran kenapa keahlian ini tidak dimanfaatkan untuk mencari uang tambahan.

Apalagi, jatah belanja dari suami mungkin tak lagi mampu untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, antara lain karena naiknya harga beras dan bahan makanan lainnya.

Maka, di bulan Ramadan ini, cobalah berjalan dari gang ke gang, cukup banyak ibu-ibu yang menggelar dagangannya di depan rumah masing-masing.

Atau, ada juga yang berani berjualan di pinggir jalan dekat pasar, yang berarti bersaing dengan para penjual takjil lainnya di area pasar tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline