Alat perga kampanye (APK) yang bertebaran di mana-mana saat periode kampanye sebelum Pemilu Serentak 14 Februari 2024 yang lalu, menjadi sasaran kritik banyak orang.
APK tersebut sebagian besar berupa baliho yang dipasang di berbagai titik yang dianggap strategis. Tak heran, di satu titik bisa terlihat saling berdempetan beberapa baliho yang dipasang serampangan.
Masyarakat secara umum tidak merasa mendapat manfaat dari APK, karena hanya memajang foto dalam ukuran besar. Yang dibutuhkan masyarakat sebetulnya rekam jejak si caleg.
Akibatnya, saat di Tempat Pemungutan Suara (TPS), banyak pemilih yang asal pilih caleg. Justru, seorang pelawak seperti Komeng yang tidak memasang APK, banyak mendulang suara.
Sebagian bersar kritik masyarakat terhadap keberadaan APK di semua penjuru tanah air, antara lain berkenaan dengan hal-hal berikut ini.
Pertama, APK terlihat merusak pemandangan atau merusak keindahan dari suatu kota. Terkadang, destinasi wisata pun dipenuhi APK yang mengurangi daya tariknya sebagai tempat wisata.
Kedua, berpotensi menimbulkan kecelakaan. Beberapa kasus kecelakaan yang diberitakan media massa, disebabkan jatuhnya bendera parpol yang kurang kokoh dan menimpa pengendara motor.
Ketiga, merusak lingkungan. Banyak baliho yang dipakukan ke tiang pohon. Ini sesuatu yang terlarang, tapi tetap saja dilanggar sejumlah caleg.
Nah, ketika periode kampanye berakhir, APK itu pun diangkut oleh Satpol PP di masing-masing kota dan disimpan di gudang-gudang milik pemerintah daerah.
Jelas, soal penyimpanan itu menimbulkan persoalan tersendiri, seberapa banyak gudang yang harus tersedia agar semua APK itu tertampung semuanya.