Perkembangan bank-bank syariah di negara kita semakin menunjukkan kemajuan, meskipun dominasi bank konvensional masih sulit digoyahkan.
Kemajuan tersebut terutama terlihat setelah lahirnya Bank Syariah Indonesia (BSI) yang diprakarsai oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Seperti diketahui, BSI merupakan hasil penggabungan 3 bank syariah yang sebelumnya masing-masing punya induk sebuah bank BUMN konvensional.
Ketiga bank yang bergabung itu adalah Bank Syariah Mandiri (anak perusahaan Bank Mandiri), BRI Syariah (anak perusahaan BRI) dan BNI Syariah (anak perusahaan BNI).
Sejak kehadiran BSI, tentu saja peta persaingan bank-bank syariah di Indonesia jadi berubah. BSI menjadi bank syariah terbesar di negara kita.
Bahkan, dengan aset per September 2023 sebesar Rp 320 triliun, BSI bertengger di posisi ke 7 di antara semua bank nasional (termasuk bank-bank konvensional).
Hanya bank-bank berikut ini saja yang lebih besar dari BSI, yakni BRI, Mandiri, BCA, BNI, BTN, dan CIMB Niaga.
Jika diperbandingkan antara bank-bank syariah di seluruh dunia, BSI menempati peringkat ke-13. Manajemen BSI menargetkan untuk masuk peringkat 10 secara global.
Sebetulnya, sejarah bank syariah di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pendirian Bank Muamalat pada tahun 1992, sebagai bank syariah pertama di tanah air.
Asal muasal berdirinya Bank Muamalat berawal dari pemikiran Majelis Ulama Indonesia (MUI) ketika mengadakan lokakarya pada Agustus 1990, dengan topik terkait bunga bank.
Menjadi pionir ternyata tak selalu menguntungkan dalam jangka panjang. Saat bank syariah pesaing bermunculan, bukan berarti bank pelopor pasti menang.