Bagi mereka yang tinggal di kawasan perkotaan, sejak belasan tahun terakhir, mulai semakin berkurang aktivitasnya dalam membuat masakan sendiri untuk dinikmati sekeluarga.
Membeli makanan jadi semakin membudaya, baik karena alasan tak punya waktu untuk memasak, atau karena tergoda mengingat demikian menjamurnya pelaku usaha kuliner.
Apalagi, untuk membeli makanan tak harus pergi ke restoran. Sambil rebahan pun bisa memesan makanan dengan aneka pilihan melalui gawai dalam genggaman.
Mulai dari makanan tradisional hingga makanan asing yang bergaya kekinian, semuanya lengkap menjajakan produknya dengan promosi yang sangat gencar.
Dapat dibayangkan, bagi pelaku usaha kuliner, mau tak mau harus tahan banting menghadapi tingkat persaingan yang cukup sengit.
Jangan mengira kondisi seperti itu hanya terdapat di kota besar. Sekarang, gerai makanan berbau asing sudah menyebar sampai di kota kabupaten, atau bahkan kota kecamatan.
Tak usah heran melihat gerai waralaba makanan yang induknya ada di Amerika, Jepang, Italia, atau negara lainnya, yang begitu agresif membuka gerai di berbagai penjuru.
Nah, kembali ke soal pilihan makanan bagi konsumen, di antara sekian banyak pilihan, ayam goreng bisa dibilang sebagai makanan yang menempati posisi puncak.
Ayam goreng sebetulnya bisa dikatakan sebagai menu tradisional, karena lazim tersedia di Rumah Makan Padang, Warung Tegal, dan sebagainya.
Namun, sejak era 1980-an, ayam goreng versi tradisional mulai digempur ayam goreng versi Amerika Serikat (AS) dengan dibukanya gerai Kentucky Fried Chicken (KFC).