Kakek saya dari pihak ayah (saya memanggilnya "inyiak") adalah seorang perokok berat. 2 laki-laki anak inyiak juga perokok, tapi ada pula 2 lelaki anak inyiak yang tidak perokok.
Dari 2 lelaki yang tidak perokok tersebut, salah satunya adalah ayah saya. Ayah punya 3 orang anak laki-laki yang semuanya tidak perokok.
Saya sendiri punya 2 anak lelaki, salah satunya perokok. Tentu, karena saya tidak merokok, anak saya itu terpengaruh karena pergaulan dengan teman-temannya.
Jadi, seorang anak tetap saja bisa ketagihan merokok, meskipun di rumahnya tak ada orang yang merokok.
Ketika saya remaja, sebetulnya juga pernah iseng-iseng merokok beberapa kali. Tujuannya, agar saya dianggap "lelaki sejati" di mata teman-teman saya.
Tapi, sungguh saya tidak merasakan di mana letak kenikmatan merokok itu. Yang terasa lidah saya pahit serta ketidaknyamanan saat di mulut saya penuh asap.
Karena teman-teman saya menyarankan saya tak usah merokok kalau tidak merasa nikmat, maka akhirnya saya putuskan untuk tidak akan mencoba lagi.
Namun, karena teman-teman saya banyak yang perokok, saya dulunya tergolong perokok pasif, yang terpapar asap rokok dari teman-teman.
Alhamdulillah, di kantor tempat saya bekerja sejak tahun 2002 tidak membolehkan karyawannya merokok di ruang kerja.
Karyawan yang ingin merokok terpaksa melakukannya di halaman kantor, atau mencuri-curi kesempatan di tangga darurat antar lantai.