Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Senjakala Media Cetak, Media Internal Perusahaan Ikut KO

Diperbarui: 16 Juni 2023   05:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi majalah internal perusahaan|dok. PR Indonesia/prindonesia.co

Bahwa sejak beberapa tahun terakhir ini banyak sekali media massa dalam format cetak konvensional mengalami kebangkrutan, tentu sudah sama-sama kita ketahui.

Tak terhitung lagi koran dan majalah yang memilih menghentikan kegiatan operasionalnya. Tapi, bukan berarti mereka jadi mati sama sekali.

Soalnya, sebagian dari media cetak yang tidak terbit lagi itu, masih eksis dalam format media dalam jaringan (daring).

Memang, mungkin banyak orang yang tak lagi mau mengeluarkan uang untuk membeli koran dan majalah. Akibatnya, kios koran atau pengecer di jalanan pun menghilang.

Tapi, persoalannya bukan semata-mata karena tak mau membeli. Harga koran sebetulnya relatif murah, karena jauh di bawah harga sebungkus rokok.

Terbukti, media cetak yang bersifat gratis pun tak lagi dilirik. Artinya, masyarakat sudah beralih dari kebiasaan membaca media cetak ke media daring atau media digital.

Memang ada media cetak yang gratis? Bagi yang jeli mengamati, tentu sudah tahu betapa banyaknya media cetak yang gratis.

Dulu, ada semacam majalah tipis yang terbit seminggu sekali yang berisi segala sesuatu yang terjadi di Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan.

Juga ada semacam tips dalam berbagai hal yang berguna untuk kehidupan sehari-hari, yang ditulis di majalah yang dibagikan ke rumah-rumah di Tebet itu.

Selain itu, majalah tersebut tersedia di pojok depan beberapa supermarket di kawasan Tebet. Banyak pengunjung yang mengambil karena informasinya dinilai bermanfaat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline