Bagi Anda yang pernah beli SBN (Surat Berharga Negara), saya kira akan sependapat dengan judul tulisan di atas. Paling tidak, begitulah pengalaman saya pribadi.
Kebetulan, meskipun tergolong investor kecil, saya sudah lama menjadi pembeli berbagai surat utang negara. Ya, SBN adalah surat utang yang diterbitkan oleh Kemenkeu RI.
Jadi, kalau kita membeli SBN, artinya pemerintah mengakui berutang sejumlah nominal yang kita beli, yang akan dibayar pemerintah saat jatuh tempo (tenornya bervariasi dari 2 sampai 5 tahun).
Selama seseorang memegang SBN, akan mendapat bunga setiap bulan sebesar persentase yang telah ditetapkan saat penawaran.
Ada pula jenis SBN yang bunganya floating. Artinya, ditinjau setiap 3 bulan. Jika suku bunga acuan dari Bank Indonesia naik, SBN ikut naik.
Katakanlah rumusnya bunga acuan BI plus 1 persen. Tapi, ketika bunga acuan turun, SBN tidak akan menurunkan suku bunga lebih rendah dari suku bunga awal masa penawaran.
SBN yang saya pernah memiliki, ada berbagai jenis, dan semua jenis punya masing-masing kelebihan.
Saya pernah membeli Obligasi Negara Ritel (ORI), Saving Bonds Ritel (SBR), Sukuk Ritel (SR) dan Sukuk Negara Tabungan (ST). Bila berjudul sukuk, artinya memakai prinsip syariah.
Setiap tahun, masing-masing jenis biasanya terbit sebanyak 2 kali dengan nomor seri berbeda. Hal ini gampang dilacak di berbagai berita daring terkait keuangan.