Perjalanan hidup seseorang bisa saja berbeda-beda setiap waktu. Kalau ada yang mengatakan hidup ini seperti roda, selalu berputar, kadang di atas dan kadang di bawah, memang begitulah adanya.
Tentu, yang namanya pengecualian selalu ada. Mereka yang konsisten hidup makmur sejak dulu, atau konsisten hidup serba kekurangan, termasuk pengecualian itu.
Tulisan ini tidak akan mengelaborasi kondisi pengecualian di atas. Rasanya membahas "hidup seperti roda" akan lebih menarik karena terkesan punya unsur drama.
Mana yang lebih enak, orang yang kaya raya kemudian jatuh miskin, atau orang yang lama melarat, tapi kemudian jadi orang kaya.
Sebetulnya dua-duanya punya unsur tidak enaknya, yakni ketika dapat giliran hidup susah. Namun, di antara dua pilihan itu, jelas yang akhirnya kaya lebih nyaman ketimbang yang akhirnya miskin.
Orang kaya yang kemudian jatuh miskin mungkin mengalami kegoncangan secara mental. Soalnya, mereka terlanjur dimanjakan standar hidup yang tinggi.
Sangat berbeda dengan orang miskin yang tetap miskin. Yang seperti ini sudah terbiasa menderita dan akan tahan banting.
Nah, pada bagian berikutnya, tulisan ini lebih banyak membahas bagaimana sikap orang yang sebelumnya tidak berpunya, tapi kemudian jadi orang kaya.
Kenapa bisa menjadi kaya? Ya, karena perputaran roda kehidupan itu tadi. Bisa karena faktor keberuntungan, bisa pula karena kegigihan dalam mengubah nasib.
Paling tidak, ada tiga kelompok gaya hidup mereka yang jadi orang kaya setelah lama menjadi warga kelas bawah.