Perppu Cipta Kerja hingga sekarang masih dipermasalahkan oleh sejumlah serikat pekerja. Ada banyak hal yang digugat, di antaranya terkait dengan kepastian nasib para pekerja outsourcing.
Dilihat dari sisi pekerja, jelas bahwa status pekerja tetap di sebuah instansi atau perusahaan, menjadi idaman banyak para pencari kerja.
Pekerja tetap tersebut akan menerima remunerasi, termasuk berbagai tunjangan dan bonus yang lebih besar ketimbang kelompok pekerja lainnya.
Di bawah pekerja tetap, ada yang namanya pekerja kontrak. Dalam hal ini pekerja dikontrak oleh perusahaan tempat mereka bekerja selama masa tertentu.
Pada lapis terbawah ada pekerja outsourcing, yang juga dikontrak untuk masa tertentu, namun bukan langsung oleh perusahaan tempat mereka bertugas.
Dalam hal ini terdapat hubungan segitiga antara perusahaan penyedia jasa pekerja outsourcing, si pekerja itu sendiri, dan perusahaan tempat si pekerja bertugas sehari-hari.
Antara perusahaan pengguna tenaga kerja dengan perusahaan penyedia tenaga kerja, punya kontrak tersendiri.
Jadi, perusahaan pengguna seolah-olah menyerahkan sebagian pekerjaan kepada perusahaan penyedia tenaga kerja, dengan membayar secara gelondongan.
Sedangkan pembayaran upah kepada masing-masing pekerja outsourcing, dilakukan oleh perusahaan penyedia tenaga kerja.
Bisa dibayangkan, bagaimana perasaan pekerja outsourcing di tengah rekan kerjanya yang pekerja tetap. Mereka merasa dianaktirikan.