Tanggapan Merza Gamal atas tulisan saya terkait dengan mantan Wali Kota Blitar yang merampok di rumah dinas Wali Kota Blitar saat ini (Kompasiana, 2/2/2023), menarik untuk dikupas.
Pada tulisan saya itu, saya menyinggung bahwa mantan Wali Kota yang terlibat perampokan itu belum lama keluar dari penjara karena kasus korupsi.
Ketika keluar dari penjara, ia disambut oleh sejumlah pendukungnya. Nah, poin inilah yang ditanggapi Merza, tentang koruptor yang masih cukup banyak pendukung setianya.
Merza memberi contoh lain dengan mempertanyakan kok banyak orang yang mengelu-elukan seorang mantan gubernur saat ia keluar dari penjara karena kasus korupsi.
Meski tidak disebut oleh Merza, dugaan saya mantan gubernur dimaksud adalah Annas Maamun yang pernah menjadi Gubernur Riau.
Pertanyaannya, apakah para pendukung itu dibayar atau betul-betul dari hatinya mendukung pejabat idolanya?
Artinya, meskipun pejabat itu terbukti korupsi dan bahkan menerima hukuman, ternyata "cinta" mereka pada si pejabat tidak luntur. Apakah memang seperti itu?
Kalau jawabannya "ya", sungguh disayangkan. Padahal, bukankah kita ingin menjadikan korupsi sebagai musuh bersama yang harus dibasmi sampai ke akar-akarnya?
Jika ada sebagian masyarakat yang berpendapat bahwa korupsi itu sudah merupakan hal yang lumrah bagi seorang pejabat, pasti ada yang keliru dalam kerangka berpikirnya.
Soalnya, uang yang dikorupsi itu sebenarnya adalah uang rakyat. Memang, secara formal yang dikorupsi adalah uang negara.
Tapi, uang negara itu berasal dari pajak yang dibayar rakyat dan akan digunakan untuk berbagai program yang akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.