Kasus penculikan anak di negara kita, terutama yang terjadi di kota-kota besar, sebetulnya sudah terjadi sejak dulu, jauh sebelum ada media sosial.
Namun, yang dalam beberapa bulan ini terjadi, kasus penculikan anak terkesan lebih sering terjadi dan menyebar ke berbagai daerah.
Sayangnya, berita penculikan anak yang bertebaran di media sosial, perlu dicermati oleh si penerima pesan.
Jangan langsung menyebarkan pesan kepada sanak saudara dan teman-teman di media sosial, meskipun niatnya baik.
Masalahnya, pesan itu bisa jadi hoaks. Akibatnya, niat baik itu tadi justru menimbulkan keresehan di tengah masyarakat.
Memang, tak dapat dipungkiri, ada beberapa kasus penculikan anak yang cukup menghebohkan dalam pemberitaan media massa.
Contohnya, yang terjadi di Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Desember 2022 lalu. Korbannya seorang anak perempuan usia 6 tahun, berinisial MA.
Nah, maraknya isu penculikan anak justru memunculkan kreativitas yang negatif dari sejumlah anak dan remaja di beberapa tempat.
Ada anak yang takut dimarahi orang tua karena terlambat pulang ke rumah, berani-beraninya mengarang cerita bahwa ia jadi korban penculikan yang beruntung bisa melarikan diri.
Hal di atas dilakukan dua anak SD di wilayah Kecamatan Gunung Sindur, Kabapeten Bogor, yang banyak diberitakan media, antara lain Merdeka.com (31/1/2023)
Modus yang relatif mirip terjadi pula di berbagai penjuru tanah air yang gampang dicari dengan mengetikkan kalimat "mengarang cerita jadi korban penculikan" di mesin pencari.