Meskipun saya menyukai angka 7 dan 8, tapi saya tidak begitu percaya dengan adanya angka keberuntungan atau angka sial. Bagi saya, semua nomor baik-baik saja adanya.
Namun demikian, saya pernah cukup lama berurusan dengan nomor cantik, karena permintaan khusus dari bos saya.
Ceritanya begini, dulu saya lama bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang keuangan.
Sesuai ketentuan Bank Indonesia (BI), semua perusahaan yang di bawah pengawasan BI (ketika itu belum lahir Otoritas Jasa Keuangan), wajib mempublikasikan laporan keuangannya.
Saya, sebagai orang yang bertugas di divisi akuntansi, selalu menyiapkan laporan keuangan setiap triwulan untuk nantinya diumumkan di dua media cetak yang tirasnya besar.
Tentu, sebelum dipublikasikan, laporan yang saya susun bersama teman-teman satu divisi, harus disetujui direktur keuangan dan direktur utama.
Masalahnya, pernah ada seorang direktur yang melakukan special request, yakni angka laba yang ditampilkan, bila dijumlahkan harus menghasilkan angka 8.
Alasannya, angka 8 merupakan lingkaran yang tak terputus, seolah melambangkan rezeki yang juga selalu mengalir.
Tentu, permintaan seperti itu harus saya akali, dengan memakai jurus koreksi pembukuan.
Seolah-olah angka laba yang asli seperti apa adanya, mengandung kekeliruan, sehingga dikoreksi menjadi angka cantik.