Ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait upaya terciptanya perkembangan perbankan syariah yang sehat di negara kita, sudah cukup jelas dan tegas.
OJK memberi batas waktu hingga pertengahan 2023 bagi bank konvensional yang masih belum melepas (spin off) Unit Usaha Syariah (UUS) yang melekat di bank tersebut.
Hal itu mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang memberi batas waktu pemisahan selambat-lambatnya 15 tahun sejak diundangkan.
Memang, bank syariah sudah cukup dikenal oleh masyarakat kita, bahkan sudah mengalami banyak kemajuan.
Tapi, jika dilihat dari sisi pangsa pasarnya dibandingkan keseluruhan industri perbankan di Indonesia, masih berada di kisaran 6 persen.
Tentu angka 6 persen masih rendah, mengingat potensi besar Indoensia sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia.
Bukankah menurut kacamata umum, menembus angka psikologis 10 persen seharusnya tidak begitu sulit?
Lagi pula, kehadiran bank syariah sudah cukup lama dihitung sejak beroperasinya Bank Muamalat pada 1991 sebagai pionir bank syariah di Indonesia.
Sekarang, justru Bank Muamalat yang perkembangannya boleh dikatakan belum menggembirakan.
Karena dililit berbagai persoalan, terutama terkait kredit macet, Bank Muamalat sempat beberapa kali berganti pemegang saham pengendali.