Hingga hari ini, fenomena Bjorka masih menjadi salah satu topik hangat di media massa dan media sosial. Hal ini menyangkut sinyalemen lemahnya sistem kemanan data yang dimiliki sejumlah institusi penting.
Akibatnya, data berupa identitas pribadi para pejabat tinggi negara diduga telah bocor, meskipun pemerintah menyangkal adanya kebocoran data.
Terlepas dari betul tidaknya ada kebocoran data tersebut, kita tentu sepakat tentang betapa pentingnya merahasiakan identitas pribadi.
Caranya, masing-masing kita harus sangat berhati-hati dalam memposting sesuatu yang ada unsur data pribadinya di media sosial.
Namun, itu saja tidak cukup, karena institusi yang menyimpan jutaan data pribadi, harus mampu menjamin keamanan data agar tidak diretas.
Nah, selain soal data pribadi, sebetulnya ada hal yang lain yang sangat penting, tapi agaknya kurang disadari masyarakat.
Hal dimaksud adalah banyaknya bersliweran berita yang belum teruji kebenarannya, dalam arti bukan berdasarkan fakta atau sesuatu yang betul-betul terjadi.
Tak heran, kalau Ketua Dewan Pers, Azyumardi Azra, bertekad menggalang para jurnalis untuk selalu menyajikan berita yang akurat, dan sekaligus mengatasi jurnalisme berbasis algoritma.
Sayangnya, Azyumardi Azra tidak mungkin menuntaskan tugasnya, karena baru 2 bulan menjadi Ketua Dewan Pers, intelektual yang sederhana itu, telah berpulang ke rahmatullah (Minggu, 18/9/2022).
Tapi, apakah mungkin jurnalisme berbasis fakta bisa mengungguli jurnalisme berbasis algoritma?
Sulit memang, namun bukan mustahil. Selagi masyarakat masih melahap berbagai berita tanpa peduli tingkat akurasinya, dan malah ikut menyebarkan, algoritma akan tetap unggul.