Aturannya jelas, selama penayangan film di bioskop, para penonton tidak diperkenankan menghidupkan telpon seluluernya. Peringatan ini selalu muncul di layar sebelum penayangan film dimulai.
Masalahnya, seperti juga berbagai aturan lain di negara kita, dalam pelaksanaan suatu aturan, sering tidak berjalan dengan baik. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa aturan tersebut dibuat untuk dilanggar.
Maka, seperti yang saya beberapa kali menyaksikan secara langsung, beberapa penonton di bioskop merasa tidak bersalah saat chatting melalui aplikasi perpesanan di telpon selulernya ketika film layar lebar sedang tayang.
Masalahnya, penonton lain yang terganggu dengan cahaya telpon seluler, tak berani menegur, dan berharap orang yang bersalah akan menyadari kesalahannya.
Padahal, karena tak ada yang menegur, si pengguna telpon merasa tindakannya baik-baik saja, dalam arti tidak sampai mengganggu orang lain.
Bagi yang pernah menonton film di bioskop di negara maju, tentu sudah tahu, penonton yang terganggu tidak akan segan menegur dan memperlihatkan sikap ketidaknyamanannya.
Tapi di negara kita, sikap ewuh pakewuh pada orang lain, menyebabkan tak ada yang menegur, meskipun mereka sebetulnya terganggu.
Sehingga, ada penonton yang berani bikin ulah lebih gawat lagi, yakni menerima telpon masuk. Meskipun volume suaranya sudah dikecilkan, tapi tetap berisik.
Kira-kira kenapa ada orang yang justru asyik chatting di bioskop, apakah mereka tidak merasa rugi dengan harga tiket yang dibayarnya?
Ya, memang ada saja orang yang menonton sekadar iseng, menduga filmnya akan menarik, ternyata tidak disukainya.
Jadilah untuk mengisi waktu, mereka chatting. Padahal, tindakan terbaik bila tidak suka filmnya, keluar saja mencari tempat lain.