Sudah cukup lama saya tidak masuk Kebun Raya Bogor, meskipun saya relatif sering mengelilinginya dari jalan raya yang melingkari kebun yang sudah berusia 2 abad itu.
Ya, objek wisata yang sekaligus sumber ilmu pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan yang jadi kebanggaan masyarakat Bogor itu, (bahkan sebetulnya juga kebanggaan nasional), didirikan pada 18 Mei 1817.
Pada bulan September lalu, ada famili dari kampung (Sumbar) yang jalan-jalan ke Jakarta dan menginap beberapa hari di rumah saya.
Iseng-iseng saja saya tawarkan kepada famili tersebut untuk main ke Bogor, setelah di hari sebelumnya ia main ke beberapa objek wisata di Jakarta.
Saya penasaran saja, mungkin sudah banyak perubahan di Kebun Raya setelah sekitar 4 tahun tidak ke sana. Atau, apakah masih begitu-begitu saja?
Awalnya, saya lumayan kaget ketika tarif masuk Kebun Raya sekarang ini cukup mahal untuk ukuran kantong saya.
Lagipula, seingat saya dulu tarifnya murah. Ya, tarif naik menurut saya wajar-wajar saja karena memang ada faktor inflasi.
Tapi, kenaikannya dibanding 4 tahun lalu, kalau saya tidak keliru, cukup drastis. Memang, saya tidak mengikuti perkembangan kenaikan tarif dari tahun ke tahun.
Kami semuanya 4 orang dan ditambah biaya parkir mobil, terpaksa merogoh kocek lebih dari Rp 150.000.
Perinciannya, karena saya berkunjung di hari Sabtu, terkena biaya per orang Rp 26.500, ditambah mobil Rp 50.000 (tidak pakai sistem jam-jaman).