Indonesia adalah negara yang cinta damai. Hal itu tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang antara lain menggambarkan tujuan terbentuknya NKRI.
Salah satu tujuan tersebut adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Cinta damai itu bukan hanya sebatas di atas kertas. Soalnya, pada dasarnya masyarakat Indonesia yang terdiri dari banyak suku, budaya, dan agama, telah membuktikan mampu hidup bersama secara harmonis.
Perbedaan yang ada tidak menjadi sumber perpecahan, justru semakin meneguhkan sikap saling menghargai antar berbagai golongan masyarakat.
Nah, dengan modal seperti di atas, Indonesia sudah cukup banyak berperan dalam menciptakan perdamaian di kancah internasional.
Jusuf Kalla (JK) adalah contoh salah satu putra bangsa yang diakui perannya sebagai juru damai oleh dunia.
Sudah beberapa kali JK menjadi mediator dalam konflik di Filipina Selatan, Afghanistan, dan Rakhine State di Myanmar.
Sedangkan untuk konflik di dalam negeri, JK antara lain memainkan peranannya dalam menyelesaikan konflik di Ambon dan Poso.
Memang, tonggak keberhasilan JK yang paling fenomenal adalah menjembatani terciptanya perdamaian di Aceh.
Nama JK begitu harum kala mencetuskan perjanjian perdamaian antara pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tahun 2005.
Perjanjian yang ditandatangani di Helsinki (ibu kota Finlandia) tersebut mengakhiri konflik selama puluhan tahun di Bumi Serambi Mekah itu.