Bagi pengguna kartu kredit yang diterbitkan oleh bank tertentu, mungkin banyak yang punya pengalaman seperti yang saya alami.
Kalau saya berbelanja dengan menggunakan kartu kredit, biasanya tak lama setelah itu saya menerima email dari bank penerbit kartu.
Isi email tersebut "merayu" saya agar jangan membayar tagihan belanja tersebut secara sekaligus, namun cukup sebesar pembayaran minimal (10 persen dari total belanja), dan sisa tagihan dibayar dengan sistem cicilan.
Tapi, selama ini saya tidak pernah tergoda, selalu sebelum jatuh tempo tagihan, semua utang saya lunasi, sehingga saya tidak terkena beban bunga.
Namun demikian, tetap saya terkena biaya berkaitan dengan kepemilikan kartu kredit tersebut, yakni annual fee (iuran tahunan), dan biaya administrasi bulanan.
Logika umum, jika kita memberi utang kepada seseorang, pasti kita lebih suka si peminjam melunasi sekaligus ketimbang dicicil. Tapi, karena bank memang berbisnis dari utang nasabah, logikanya tidak seperti logika umum.
Justru bank tidak suka nasabah membayar cepat-cepat sekaligus. Semakin panjang periode cicilan, bank semakin senang, karena bunga yang diterima bank semakin besar.
Tidak hanya untuk kartu kredit, untuk kredit lain pun, pihak bank "tidak senang" bila nasabah buru-buru melunasi semua utangnya, padahal masih dalam periode cicilan.
Lihat saja para peminjam kredit pemilikan rumah (KPR). Jika periode kredit selama 15 tahun, namun pada tahun kedelapan nasabah ingin melunasi semua utang, bank akan mengenakan semacam denda untuk pelunasan dipercepat tersebut.
Namun, dari kacamata nasabah, jika memang sudah punya dana yang cukup, tetap lebih menguntungkan dilakukan pelunasan yang dipercepat.
Toh, denda yang dikenakan bank masih jauh lebih kecil dari biaya bunga yang harus ditanggung nasabah jika tetap mencicil sesuai jadwal semula.