Mungkin tak terlalu menghebohkan seperti pandemi Covid-19. Tapi, sekarang ini ada penyakit hepatitis misterius yang mengancam anak-anak kita.
Disebut misterius karena hingga saat ini penyebab dari penyakit itu belum diketahui. Dari pemeriksaan laboratorium di luar negeri tidak ditemukan virus hepatitis tipe A, B, C, D atau E sebagai penyebab penyakit tersebut (tempo.co, 5/5/2022).
Kita perlu waspada karena di Indonesia sudah ada 3 anak yang menjadi korban dan oleh Kementerian Kesehatan RI dilaporkan penyebab kematiannya diduga akibat hepatitis miterius.
Sedangkan di negara lain, sudah ratusan anak yang menjadi korban, antara lain banyak terdapat di Inggris dan Amerika Serikat (AS).
Demi mencegah penularannya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengimbau masyarakat untuk sering mencuci tangan, minum air bersih yang matang, makan makanan yang bersih dan matang penuh, serta membuang tinja dan popok pada tempatnya.
Selain itu, masyarakat juga perlu menggunakan alat makan sendiri-sendiri dan memakai masker serta menjaga jarak dengan orang lain.
Orang tua harus segera mengambil langkah yang diperlukan bila anaknya mengalami gejala urin menguning, tinja berwarna pucat, gatal, nyeri sendi atau pegal-pegal, demam tinggi, mual, muntah, lesu, hilang nafsu makan, diare, dan kejang.
Mengacu pada pengalaman orang-orang yang terkena penyakit hepatitis, terutama tipe B dan C, jika penyakit tersebut ditemukan lebih dini, akan lebih mudah penyembuhannya.
Namun, apabila ditemukan pada tahap yang sudah parah, biasanya kesembuhan secara total relatif sulit, terutama bila sudah berkembang menjadi sirosis hati yang ditandai dengan rusaknya sel-sel hati yang membentuk jaringan parut.
Saya memberi contoh pengalaman sebuah keluarga yang diduga karena faktor keturunan, cukup banyak anak-anaknya yang mengidap penyakit hepatitis B.
Kebetulan salah seorang anak di keluarga tersebut menjadi seorang dokter. Saat si ibu meninggal dunia, anak tersebut masih mahasiswa kedokteran yang hampir rampung studinya.