Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Bolehkah Belakangan Memulai Puasa, tapi Memilih Lebaran yang Duluan?

Diperbarui: 2 April 2022   10:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Acara Topping Off Menara 22 lantai UMT|dok. muhammadiyah.or.id

Pemerintah telah mengumumkan bahwa 1 Ramadhan 1443 H jatuh pada hari Minggu, 3 April 2022. Namun demikian, salah satu ormas Islam yang tergolong besar, Muhammadiyah, mengumumkan awal puasa dimulai pada Sabtu, 2 April 2022.

Nah, yang mana yang akan diikuti? Dua-duanya punya alasan yang kuat. Jadi, tak masalah sebetulnya yang mana yang kita pilih. Tapi, jangan memilih sesuatu secara tidak konsisten.

Contoh yang tidak konsisten tersebut, untuk puasa memilih yang belakangan, tapi untuk lebaran, memilih yang duluan. Hal ini jelas tidak boleh.

Ciri mereka yang konsisten, bila dari dulu sudah yakin dengan Muhamammadiyah, maka akan tetap seperti itu. Atau sebaliknya, dari dulu memang setia dengan pengumuman pemerintah.

Biasanya, faktor keluarga sangat berpengaruh dalam menentukan pilihan seseorang. Maksudnya, mereka yang lahir dari orang tua yang ikut Muhammadiyah, otomatis akan patuh pada ketetapan Muhammadiyah.

Sedangkan mereka yang lahir dari keluarga yang secara turun temurun pengikut Nahdlatul Ulama (NU), juga akan otomatis patuh pada ketetapan pemerintah.

Seperti diketahui, dalam menetapkan permulaan puasa di bulan suci Ramadhan, pemerintah melalui Kementerian Agama terlebih dahulu melakukan Sidang Isbat. Sidang tersebut diikuti oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ormas-ormas Islam.

Ada dua metode dalam penentuan awal bulan puasa dan juga penentuan Hari Raya Idul Fitri, yakni metode hisab dan metode rukyat.

Hisab adalah perhitungan secara astronomis dalam menentukan posisi bulan dan bisa dilakukan jauh sebelum memasuki bulan Ramadhan. Cara inilah yang digunakan Muhammadiyah.

Sedangkan cara rukyat adalah aktivitas mengamati bulan secara langsung dengan menggunakan teropong. Pengamatan tersebut terfokus pada melihat hilal atau bulan sabit muda saat matahari terbenam sebagai pergantian kalender hijriyah.

Metode rukyat tersebut digunakan oleh NU dan banyak ormas Islam lainnya. Pemerintah sebetulnya mengakomodir kedua metode tersebut, tapi perhitungan hisab harus dikonfirmasi dengan kesaksian langsung mereka yang ditugaskan melihat hilal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline