Covid-19 varian omicron yang bermula dari Afrika Selatan, ternyata sudah menyebar di banyak negara lain, bahkan juga telah masuk ke tanah air.
Secara umum pengendalian pandemi Covid-19 di negara kita sejak beberapa bulan terakhir ini sudah membaik dibandingkan dengan puncak penambahan kasus pada pertengahan 2021 lalu.
Namun demikian, mengingat varian omicron punya daya tular yang sangat cepat seperti yang terjadi di luar negeri, dapat dipahami kenapa pemerintah membatasi pergerakan masyarakat terutama pada masa libur natal dan tahun baru (nataru) yang lalu.
Sebagai contoh, untuk bepergian dengan pesawat terbang, calon penumpang wajib telah mendapat vaksin. Mereka yang telah divaksin dua kali, harus menunjukkan hasil pemeriksaan antigen yang negatif.
Sedangkan yang baru divaksin satu kali, wajib mengikuti tes PCR, tentu juga dengan hasil yang negatif.
Semua pergerakan masyarakat tersebut terpantau dari aplikasi "Peduli Lindungi" yang wajib diunduh masing-masing yang bepergian.
Masalahnya, ternyata minat masyarakat untuk bepergian tetap tinggi. Itulah yang terlihat di bandara, stasiun kereta api, loket bus antar kota antar provinsi (AKAP), pelabuhan laut, dan sebagainya.
Dan kalau kita melihat keramaian masyarakat di destinasi wisata, di pasar-pasar, atau di tempat lainnya, ada yang mengkhawatirkan.
Banyak warga yang mulai abai dengan protokol kesehatan (prokes). Mereka tidak menjaga jarak dan tidak memaki masker. Kalaupun memakai masker hanya digantung di leher.
Di masjid pun ketika salat Jumat, para jemaah duduk atau salat dengan posisi berdekatan. Sebagian jemaah malah tidak memakai masker.
Celakanya, razia yang dulu gencar dilakukan petugas, sekarang sepertinya sudah jauh berkurang. Kalaupun ada, hanya di titik tertentu di batas kota.