Ada banyak tujuan yang ingin diraih seseorang dengan berolahraga, baik yang bersifat individual maupun bersama-sama untuk olahraga yang dimainkan secara berkelompok.
Apalagi, untuk para atlet yang bertanding atau berlomba pada suatu event pesta olahraga seperti Pekan Olahraga Nasional (PON) yang saat ini tengah berlangsung di Papua.
Tujuan untuk meraih prestasi yang tinggi, mengharumkan nama daerah, dan juga mendapat bonus atau hadiah, tentu sah-sah saja.
Tapi, pada akhirnya kemenangan dalam olahraga akan kehilangan arti bila ditempuh dengan mencederai nilai-nilai sportivitas.
Bukankah ungkapan "menjunjung tinggi sportivitas" sering kita dengar pada setiap event olahraga?
Di antara sejumlah cabang olahraga, sepak bola termasuk yang relatif sering disusupi tindakan tidak sportif.
Mungkin karena sepak bola adalah olahraga paling populer dan otomatis juga frekuensi pertandingannya paling banyak, ada saja pihak yang ingin mengatur skor sebelum pertandingan dimulai.
Ada istilah "sepak bola gajah" bagi dua tim yang bertanding tidak secara bersungguh-sungguh, antara lain indikasinya ada tim yang diduga sengaja melakukan gol bunuh diri.
Selain itu, skor akhir suatu pertandingan bisa pula menjadi objek perjudian, sehingga melahirkan istilah "mafia bola" yang menyuap beberapa pemain kunci agar skor akhir sesuai dengan yang diskenariokan.
Makanya, PSSI sebagai otoritas yang mengurus persepakbolaan di negara kita kini tengah gencar-gencarnya melawan mafia bola dengan membentuk Satgas Antimafia Bola, bekerja sama dengan Mabes Polri.
Nah, dari arena PON Papua, media daring banyak memberitakan dugaan adanya sepak bola "gajah" ketika tim Aceh berhadapan dengan Kaltim (Senin, 4/10/2021).