Sekarang nasabah bank semakin berkurang yang bertransaksi melalui teller di kantor bank. Banyaknya anjungan tunai mandiri (ATM), membuat nasabah gampang mengakses.
Bahkan, sudah banyak pula bank yang punya fasilitas internet banking, sehingga nasabah bisa bertransaksi sambil rebahan melalui gawainya.
Namun demikian, tetap ada nasabah tertentu yang memilih datang ke kantor bank, seperti orang tua yang tergolong gagap teknologi (gaptek), lebih nyaman bila dilayani teller.
Kemudian, ada pula pegawai dari suatu instansi atau perusahaan yang memang ditugaskan mengurus rekening giro instansi atau perusahaan tersebut di sebuah bank.
Transaksi dari institusi seperti itu biasanya dalam jumlah besar dengan memakai cek atau bilyet giro yang memang memerlukan pelayanan dari seorang teller bank.
Melihat besarnya tanggung jawab seorang teller, tentu bank tidak sembarangan menempatkan orang di sana.
Karena hampir semua teller adalah wanita muda dengan penampilan menarik, banyak yang berpendapat modal utama seorang teller adalah kecantikan.
Persepsi itu tidak keliru, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Soalnya, pada tahap seleksi, calon teller juga dilihat kemampuan numerikal dan logikanya.
Tak kalah penting pula kemampuannya dalam berkomunikasi dengan orang lain, karena teller adalah frontliner dalam pelayanan terhadap nasabah.
Intinya, citra suatu bank bisa terganggu bila tellernya tidak mampu melayani nasabah dengan baik.
Selain itu, di samping mampu mengerjakan tugasnya secara teknis, yang paling penting seorang teller wajib memiliki integritas yang tinggi.