Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Bisakah Meraih Kemerdekaan Finansial dalam Kehidupan yang Pas-pasan?

Diperbarui: 18 Agustus 2021   14:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi mempersiapkan diri mencapai kebebasan finansial. Sumber: iStock/baona via Kompas.com

Sudah 76 tahun Republik Indonesia berdiri kokoh setelah dwitunggal Soekarno-Hatta yang bertindak atas nama bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Tapi, seperti yang dikatakan Bung Karno (panggilan akrab Soekarno), kemerdekaan bukanlah tujuan akhir, namun hanya menjadi jembatan emas untuk terciptanya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.

Nah, berbicara tentang kemakmuran, mau tak mau harus membahas soal keuangan, atau istilah kerennya "finansial". Finansial jika digabungkan dengan kemerdekaan, lahirlah istilah kemerdekaan finansial.

Karena perayaan hari ulang tahun kemerdekaan kali ini, sama dengan tahun lalu, tidak memungkinkan dilakukan dengan cara berkumpul bersama, ada baiknya kita merenungkan tentang kemerdekaan finansial masing-masing.

Ya, anggap saja kegiatan "merenung" ini sebagai acara 17an di rumah sendiri. Bisa juga dengan membahas bersama semua anggota keluarga dengan sistem diskusi.

Secara politik, Indonesia memang sudah merdeka. Masyarakatnya secara individual pun telah merdeka di bidang politik, dalam arti berhak memilih wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), memilih kepala daerah, dan juga memilih Presiden.

Bahkan, kalau ada warga yang merasa punya kemampuan dan memenuhi syarat, berhak untuk mencalonkan diri mendapatkan jabatan publik.

Namun, apakah secara finansial kita sudah merdeka? Hal ini bisa dilihat pada dua hal, kemerdekaan finansial untuk Indonesia sebagai bangsa dan kemerdekaan finansial bagi masing-masing kita sebagai individu atau rumah tangga.

Kemerdekaan finansial bagi negara kita, tidak akan menjadi fokus tulisan ini. Soalnya, pro dan kontra antar kelompok pendukung pemerintah dan yang bukan pendukung, sangat mungkin punya kesimpulan yang berbeda.

Perbedaan tersebut salah satunya dalam melihat indikator jumlah utang negara. Dalam hal ini, pengembalian pokok pinjaman serta pembayaran bunganya cukup besar yang menjadi beban anggaran negara.

Kelompok yang kontra pemerintah cenderung mengatakan bahwa Indonesia menuju "negara gagal" karena utang yang besar tersebut, sementara anggaran negara masih digerogoti oleh ulah oknum yang melakukan tindak pidana korupsi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline