Siapa bilang, di Jakarta, mereka yang tertarik untuk menjadi seorang petani, tak akan bisa menuai keberhasilan, termasuk bagi peternak yang masih merupakan sub dari pertanian.
Memang, jika dilihat dari sesaknya gedung-gedung jangkung hingga rumah dari triplek di kawasan kumuh, terkesan tak ada lagi lahan bagi pertanian.
Tapi, jika rajin berkeliling sudut-sudut ibu kota, masih terdapat lahan terlantar yang dimanfaatkan untuk bercocok tanam oleh penjaga lahan tersebut.
Kemudian, seiring dengan berkembangnya bercocok tanam tanpa menggunakan lahan, mulai banyak warga yang tertarik mengadu untung jadi petani modern, misalnya dengan metode hidroponik, akuaponik, atau aeroponik.
Perlu diingat, masyarakat Betawi sebagai penduduk asli kota Jakarta, pada dasarnya adalah masyarakat agraris. Memang, orang Betawi semakin banyak yang lari ke pinggir, sehingga menjadi warga Jawa Barat atau Banten.
Akibatnya, begitu banyak nama kawasan di Jakarta yang menggunakan kata "kebon", tapi kebunnya sendiri sudah hilang. Sebut saja sebagai contoh, Kebon Nanas, Kebon Jeruk, Kebon Manggis, Kebon Baru, dan sebagainya.
Namun, ternyata masih ada orang Betawi yang berdomisili di tengah kota Jakarta, yang sukses jadi petani. Contohnya, seorang anak muda berusia 33 tahun, Rifqi Maulana.
Rifqi sebetulnya lulusan S-1 Manajemen Perbankan. Tapi, dengan sadar ia memilih jadi seorang peternak. Seperti yang telah ditulis di atas, peternakan dapat dianggap sebagai bagian dari pertanian.
Bayangkan, Rifqi tinggal di Mampang Prapatan yang padat. Kawasan ini meskipun masuk wilayah Jakarta Selatan, tapi kalau dilihat pada peta DKI Jakarta, termasuk di bagian tengah.
Nah, di tengah kepungan gedung-gedung jangkung Ibu Kota, Rifqi, yang profilnya ditulis Kompas (25/6/2021), dengan mantap memelihara 42 ekor sapi perah di kandang keluarganya di Mampang tersebut.
Selain itu, Rifqi juga memelihara 6 ekor sapi perah di Duren Tiga, Jakarta, serta 30 ekor di Depok, Jawa Barat. Peternakan sapi tersebut merupakan usaha keluarga, dan Rifqi merupakan generasi ketiga.