Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Menyambut Puasa di Sumbar: Makan Basamo Setelah Membersihkan Pandam Pekuburan

Diperbarui: 10 April 2021   10:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi makan basamo di Sumbar (dok. tribratanews.sumbar.polri.go.id)

"Lain padang lain belalang, lain lubuk lain ikannya", kata pepatah lama. Maksudnya kurang lebih bahwa masing-masing daerah punya budaya yang berbeda atau punya sesuatu yang khas. 

Seperti sekarang ini, umat Islam tak lama lagi akan memasuki bulan suci Ramadhan atau lebih sering disebut sebagai bulan puasa. Nah, masing-masing daerah di negara kita, punya cara yang berbeda-beda dalam menyongsong bulan penuh rahmat itu.

Saya teringat dengan masa kecil hingga remaja, yang saya jalani di kota Payakumbuh, Sumatera Barat. Salah satu kebiasaan pada hari Sabtu terakhir sebelum memasuki bulan puasa, masyarakat melakukan gotong royong membersihkan pandam pekuburan.

Kebanyakan pandam pekuburan atau tempat pemakaman umum di Payakumbuh bukan disediakan pemerintah, tapi milik jorong (masyarakat adat di tingkat kelurahan atau desa). Ada juga pandam pekuburan milik komunitas tertentu.

Seperti di kelurahan tempat dulu saya tinggal (Kelurahan Padang Tangah, Kecamatan Payakumbuh Barat), punya pandam pekuburan yang relatif luas. Demikian pula di kelurahan tempat kakak saya tinggal sekarang (Kelurahan Tanjung Gadang, Kecamatan Payakumbuh Barat).

Sebelum saya menjadi warga DKI Jakarta di tahun 1986, saya rutin ikut bergotong royong membersihkan pandam pekuburan di Padang Tangah bersama sekitar 200-an lelaki lainnya. 

Gotong royong dimulai sekitar pukul 8 pagi dan berakhir sekitar pukul 11 siang. Awalnya, saya dan ayah saya akan mencari makam keluarga sendiri. Ada nenek saya (ibu dari ayah) dan adik lelaki ayah saya yang dimakamkan disana.

Setelah itu baru bergabung dengan warga lain membersihkan makam siapa saja. Banyak juga kuburan lama yang sudah tidak terawat. Karena dibersihkan setahun sekali, semak-semak di kuburan-kuburan tersebut lumayan tinggi.

Karena semak yang tinggi itulah, perlu kehati-hatian dalam melangkahkan kaki, karena pembatas antara jalan kecil antar kuburan sudah kabur. Ada kepercayaan masyarakat tidak boleh melangkahi kuburan. Atau, kalau terpaksa, harus membaca assalamualaikum terlebih dahulu.

Nah, acara yang saya tunggu-tunggu sebetulnya adalah sesudah gotong royong selesai, yakni makan basamo (makan bersama). Sekitar jam 10 biasanya ibu-ibu atau anak perempuan sudah datang di sebuah tanah lapang tak jauh dari pandam pekuburan.

Di sana digelar tikar panjang untuk tempat makanan yang dibawa ibu-ibu tersebut. Masing-masingnya membawa nampan (wadah untuk makanan dalam ukuran besar) berisikan nasi dan lauk pauk. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline