Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Cuti Dipotong, Terima Saja dengan Hati Plong

Diperbarui: 26 Februari 2021   14:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Antara/Hafidz Mubarak A, dimuat kumparan.com

Plong yang dimaksudkan oleh judul tulisan ini adalah perasaan lega. Ya, bagi para pegawai negeri maupun karyawan perusahaan, tentu telah mengetahui pengumuman terbaru dari pemerintah mengenai cuti bersama (selanjutnya ditulis CB). Dengan kebijakan tersebut, jumlah hari CB sepanjang tahun ini, jadi berkurang.

Jika para pegawai merasa kecewa, wajar saja. Terutama bagi mereka yang baru mulai berkarier sejak tahun 2002, sehingga tidak punya pengalaman bahwa sebelum itu tidak dikenal istilah CB. Jadi, mereka terlanjur dimanjakan seolah-olah CB menjadi "wajib" ada.

Tapi, bagi mereka yang jadi pegawai di era Orde Baru, sudah biasa di hari lebaran cuma libur dua hari. Kecuali, kalau lebaran jatuh di hari Kamis-Jumat atau Senin-Selasa, maka itu anugerah luar biasa, karena bersambung dengan libur Sabtu-Minggu.

Sejarah CB di negara kita relatif unik, karena merupakan respon atas peristiwa "Bom Bali". Tindakan teroris itu telah meluluhlantakkan usaha pariwisata di Pulau Dewata tersebut, sehingga turis asing sangat sepi. Akibatnya, Bali seperti daerah "mati" dan perekonomiannya terpuruk.

Maka, dengan CB diharapkan turis domestik akan menghidupkan kembali pariwisata Bali dan destinasi wisata unggulan lainnya. Kebijakan yang awalnya bersifat temporer itu, karena dinilai efektif untuk menggairahkan pariwisata, akhirnya menjadi kebijakan yang permanen, dalam arti ada terus setiap tahun.

Dulu, jika seorang pegawai ingin berlebaran di tempat lain dengan durasi katakanlah sekitar seminggu, mau tak mau harus mengajukan cuti secara khusus kepada atasannya. Jelas, ini bukan CB namanya, karena si atasan biasanya tidak akan membolehkan bila semua pegawai minta cuti.

Cukup pusing juga menjadi atasan, bila anak buah semua mengajukan cuti. Akhirnya karyawan yang non-muslim harus ikhlas tidak cuti, demikian pula karyawan yang asli Jakarta yang bekerja juga di Jakarta (dianggap tidak punya "kampung").

Jadi, dengan CB yang masih ada, meskipun tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya, terima saja dengan hati plong. Toh, masih lebih baik ketimbang di era Orde Baru dulu. Bukankah tujuannya demi keselamatan kita bersama, mengingat sampai sekarang belum terlihat tanda-tanda pandemi Covid-19 akan segera berakhir di negara kita.

Soalnya, pengalaman pada CB-CB sepanjang tahun 2020 lalu telah membuktikan, beberapa hari setelah CB berakhir, jumlah kasus baru pasien terkonfirmasi positif Covid-19 setiap harinya melonjak tajam. Inilah yang dikahwatirkan akan terulang bila jumlah hari CB tidak dipangkas.

Memang, dengan adanya program vaksinasi yang tengah dikebut akhir-akhir ini, penambahan kasus harian mulai sedikit membaik, tidak lagi menyentuh angka belasan ribu seperti pada Januari 2021. Tapi, terlalu prematur bila itu dikatakan sebagai keberhasilan vaksinasi.

Lagipula, dengan penambahan harian yang masih di kisaran 8.000-an hingga 9.000-an kasus, sebetulnya masih mencemaskan. Padahal, di negara lain, pengendalian pandemi sudah mulai memperlihatkan kemajuan yang berarti, seperti di India dan Amerika Serikat, yang sebelumnya sangat parah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline