Ada yang bilang masa depan perbankan sudah suram, istilahnya jadi sunset industry yang bakal segara tenggelam. Kehadiran perusahaan teknologi finansial (tekfin) yang menyediakan aplikasi untuk mengambil alih fungsi bank, dianggap sebagai saingan yang berat bagi bank.
Tapi, bukan bankir namanya, bila menghadapi pesaing baru, langsung menyerah. Memang, kalau dibiarkan begitu saja, diam-diam sebagian pangsa pasar nasabah perbankan bisa disedot oleh tekfin, terutama nasabah berusia muda yang ingin bertransaksi secara gampang, kalau perlu cukup dari gawai saja.
Namun, sebetulnya, pelaku bisnis tekfin pun memahami, ada segmen yang tak bisa mereka layani. Misalnya, bila ada nasabah korporasi yang mau meminjam uang buat mendirikan pabrik dalam jumlah uang yang besar, jelas sangat riskan bila hanya diproses dalam hitungan jam tanpa tatap muka dan tanpa melihat langsung usaha si nasabah.
Nah, ada prinsip yang sudah lazim dalam bisnis yang berbunyi; "if you can't beat them join them". Terjemahan bebasnya, bila tak mampu mengalahkan pesaing, kenapa tidak bekerjasama saja. Seperti itulah yang sekarang banyak dirintis oleh beberapa bank papan atas, yang berkolaborasi secara cantik dengan beberapa perusahaan tekfin.
Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebagai misal, sebagaimana ditulis Kompas (20/11/2020), menggandeng sejumlah perusahaan tekfin untuk mempercepat penyaluran kredit secara digital. Perlu diketahui, BRI adalah bank yang terkenal sebagai jagoan di bidang microfinance, yakni yang berkaitan dengan usaha mikro.
Keberhasilan BRI di atas sebagai bank nomor satu dalam melayani usaha mikro, sangat ditunjang oleh jaringan kantornya yang amat luas dan tersebar sampai ke semua pelosok kecamatan. Bahkan, bank ini punya satelit sendiri untuk memudahkan jaringan komunikasi.
Tapi, itu saja tidak cukup. BRI tetap merasa memerlukan kerjasma dengan tekfin. Padahal, asal tahu saja, BRI adalah bank dengan aset terbesar di Indonesia, yakni sejumlah sekitar Rp 1.400 triliun.
Dari sisi perolehan laba pun, BRI sejak 15 tahun terakhir selalu bercokol pada peringkat satu nasional, sebelum akhirnya pada tahun ini diambil alih oleh Bank Central Asia (BCA).
Maka, bila bank sekelas BRI saja butuh bergandengan tangan dengan tekfin yang rata-rata dikelola oleh generasi milenial, tentu bisa dibayangkan bahwa potensi tekfin tersebut bukan main-main, meskipun gaya anak muda berpakaian kasual yang bekerja di sana berbeda dengan penampilan eksekutif bank yang berjas dan dasi.
Sejak awal Januari 2020 hingga 23 Oktober 2020, total realisasi penyaluran kredit BRI menggunakan kanal tekfin telah mencapai Rp 360 miliar. Sejumlah penyelenggara dompet digital yang menjadi mitra BRI dalam penyaluran kredit ini adalah Gojek, Traveloka, Tokopedia, Shopee, Bukalapak dan Grab.
Dengan kolaborasi tersebut, BRI dan perusahaan tekfin telah berkontribusi secara signifikan dalam mengatasi masalah kekurangan modal bagi pelaku usaha mikro dan kecil di tengah pandemi sekarang ini. Hal ini juga menjadi stimulus agar pelaku UMKM bisa naik kelas menjadi pengusaha dengan skala yang lebih besar.