Minuman beralkohol diwacanakan akan dilarang dengan bergulirnya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait hal tersebut di DPR. Tentu tujuannya demi menyelematkan masyarakat, khususnya generasi muda, jangan sampai masa depannya hancur karena kecanduan minuman yang sering juga disebut minuman keras (miras) itu.
Meskipun demikian, RUU tersebut diharapkan masih memberi tempat bagi minuman tertentu yang telah menjadi tradisi di beberapa tempat sejak zaman dulu, yang apabila diminum dalam jumlah sedikit, malah terasa menyehatkan.
Bahkan, di beberapa desa di Sumbar, yang masyarakatnya terkenal religius, juga ada minuman tradisional yang bila dimimum melebihi batas tertentu, akan memabukkan. Minuman tersebut disebut aia niro yang terbuat dari fermentasi tandan pohon aren.
Terhadap minuman tradisional tersebut, yang lebih tepat adalah mengendalikan, bukan melarang, seperti halnya penjualan minuman beralkohol yang dibatasi penjualannya di tempat-tempat khusus. Di Bali sebagai destinasi utama pariwisata Indonesia yang didatangi jutaan wisatawan asing setiap tahunnya (sebelum pandemi Covid-19), kebutuhan atas minuman beralkohol tentu lebih tinggi.
Sehingga akhirnya, penyusunan RUU tentang minuman beralkohol tentu tidak gampang dan sudah sekian lama masih terkatung-katung, makanya sekarang mau dikebut. Hal ini juga berkaitan dengan pemasukan bagi negara dari cukai dengan nilainya yang relatif besar.
Terlepas dari minuman tradisonal di atas, sebetulnya yang sangat mengkhawatirkan dan telah memakan begitu banyak korban nyawa, adalah peredaran miras oplosan. Dengan harga relatif murah, banyak para remaja dan anak muda yang mengkonsumsinya, tanpa menyadari bahwa mereka telah diintai maut.
Harga murah tersebut sangat jauh di bawah harga resmi minuman beralkohol yang terkena bea cukai, baik produk dalam negeri, apalagi produk impor. Pelampiasan dari berbagai masalah kehidupan khas kelas bawah, seolah terpenuhi dari sensasi menenggak miras oplosan.
Okezone.com (13/4/2018) menulis bahwa ada 5 jenis miras oplosan yang mematikan, yakni mencampur alkohol dengan soda, mencampur alkohol dengan minuman berenergi, mencampur alkohol dengan obat anti nyamuk, mencampur alkohol dengan jamur kotoran sapi, dan mencampur alkohol dengan air kelapa.
Jelaslah, para pengoplos memang boleh dikatakan kreatif dalam arti negatif. Seperti oplosan dengan obat anti nyamuk, konon karena efek wangi dari lotion anti nyamuk, dan harganya yang murah, menarik minat mereka yang lemah iman dan ingin fly. Padahal, setelah kenikmatan semu itu, beberapa organ tubuh tidak lagi berfungsi dan bisa berujung pada kematian.
Demikian pula oplosan dengan jamur kotoran sapi, ini lebih aneh lagi, karena prosesnya cukup panjang. Kotoran sapi digoreng terlebih dahulu, kemudian ditumbuk dan baru dicampur minuman. Efeknya, konon lebih nendang.
Tribunnews.com (2/1/2016) memberitakan akibat fatal dari miras oplosan yang dicampur dengan jamur kotoran sapi yang terjadi di Kabupaten Semarang. Ketika itu ada pesta miras oplosan yang memakan korban dua orang tewas dan tiga orang dalam kondisi sekarat di rumah sakit. Menurut warga sekitar, diduga para korban habis menenggak miras dari campuran jamur kotoran sapi.