Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Cermati Kerugian BUMN: Akibat Korupsi, Resesi, atau Tugas Khusus?

Diperbarui: 3 November 2020   10:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. okezone.com

Jangan dikira gampang mengelola sebuah perusahaan negara atau yang biasa disebut dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Terlalu banyak kepentingan yang harus diperhatikan dan terlalu banyak pula pihak yang menyorot.

Sebagai perusahaan, tentu kepentingan bisnis dalam mencari keuntungan, menjadi hal penting bagi BUMN. Tapi dukungan terhadap program pemerintah serta manfaatnya bagi masyarakat, menjadi hal yang tak kalah penting.

Di lain pihak, terlalu banyak yang memelototi BUMN, bukan saja Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai auditor negara, tapi juga Kementerian BUMN serta kementerian lainnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bagi BUMN sektor keuangan atau sektor lainnya yang sudah go public.

Tak ketinggalan pula para pengamat, lembaga penelitian, atau sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang rajin "memata-matai" BUMN dan menyampaikan catatan kritis yang dipublikasikan melalui media massa.

Namun demikian, BUMN tetap menjadi magnet. Tidak saja kader internal di masing-masing BUMN yang bernafsu untuk menjadi anggota direksi dan komisaris. Para profesional, akademisi, petinggi partai politik dan relawan pendukung Jokowi-Ma'ruf, juga tak sedikit yang tertarik berkarier di BUMN.

Jumlah BUMN saat ini lumayan banyak, 142 perusahaan. Sebagian berstatus Perusahaan Umum (Perum) dan sebagian lagi berbentuk Perseroan Terbatas (PT). BUMN berbentuk PT yang kinerjanya lebih baik, sebagian berhasil naik status menjadi perusahaan terbuka (dengan mencantumkan singkatan Tbk. setelah menuliskan nama perusahaan) yang berarti sebagian sahamnya diperdagangkan di bursa saham.

Apa saja tugas BUMN berupa perum dan yang berupa PT, tentu harus dilihat pada Undang-Undang (UU) yang melandasinya. Namun, secara umum, perum selain mencari keuntungan, lebih banyak menerima penugasan pemerintah dalam rangka melayani masyarakat, seperti yang dilakukan Perum Bulog dalam pengadaan pangan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat banyak.

Sedangkan BUMN berbentuk PT, tak berbeda dengan perusahaan yang dimiliki swasta, yakni tujuan utamanya mencari keuntungan, meskipun tidak melupakan tanggung jawab sosialnya. Jadi, logikanya, intervensi pemerintah harus berada pada level yang minim pada PT BUMN, namun boleh agak mendalam terhadap Perum BUMN.

Tapi, mengamati perkembangan akhir-akhir ini, terutama sejak pandemi Covid-19 melanda negara kita, tanpa membedakan perum atau PT, tampaknya BUMN telah mendapat penugasan khusus dari pemerintah. Penugasan dimaksud bertujuan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

Sebagai contoh, Pertamina, PLN (keduanya PT) dan Perum Bulog, sejak sebelum pandemi sebetulnya sudah diminta tidak menaikkan tarif BBM, tarif listrik, dan harga eceran beras. Tentu saja perolehan keuntungan ketiga perusahaan tersebut menjadi berkurang, bahkan merugi, walaupun pemerintah menyuntikkan kompensasi.

Bank-bank BUMN, merupakan contoh BUMN yang tergolong sehat. Keempat bank BUMN yang ada, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Tabungan Negara (BTN) dan Bank Mandiri, semuanya telah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), maka statusnya sudah menjadi perusahaan terbuka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline