Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Cerdiknya PPP Merayu Sandiaga, Taktik Jitu Memperpanjang Napas

Diperbarui: 26 Oktober 2020   22:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. bisnis.com

Sebetulnya masa depan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), agak sedikit meragukan, jika melihat grafik perolehan suaranya dari masa ke masa. Terakhir, pada Pemilu 2019 lalu, partai berlambang Ka'bah ini, mencatat prestasi terburuk sepanjang sejarah, hanya meraup 4,52 persen suara.

Beruntung PPP tidak tergelincir lebih dalam. Bila perolehan suaranya di bawah 4 persen sebagai ambang batas minimal yang ditetapkan, maka habislah kiprahnya di parlemen. Adapun saat ini, masih ada  19 orang wakil PPP di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Apa boleh buat, PPP terlanjur dicitrakan sebagai partai orang tua, karena bawaan masa Orde Baru bersama dengan Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang sudah terhenti langkahnya. PDI yang ada sekarang adalah PDI Perjuangan yang lahir pada awal reformasi.

PPP dan PDI sepanjang rezim Soeharto hanya berstatus sebagai penggembira, agar Indonesia masih layak disebut sebagai negara demokrasi, meskipun Golkar menjadi partai pemerintah yang secara terus menerus sangat mendominasi hingga tumbangnya Soeharto pada 1998.

Sejatinya, PPP dimaksudkan sebagai wadah untuk menampung aspirasi politik umat Islam. Didirikan pada 5 Januari 1973, PPP merupakan hasil penggabungan 4 partai berlabelkan Islam, yakni Partai Nahdlatul Ulama, Partai Serikat Islam Indonesia, Partai Muslimin Indonesia, dan Partai Tarbiyah Islamiyah.

Masalahnya, sekarang ada banyak partai Islam yang lebih jelas segmen pemilihnya, sehingga membuat PPP kewalahan karena kurang jelas, mewakili Islam yang mana? Seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) identik dengan warga NU. Demikian juga Partai Amanat Nasional (PAN) yang punya hubungan tidak langsung dengan Muhammadiyah. 

Ada lagi partai Islam yang lumayan berhasil menjadi partai kader dengan membidik kelompok pengajian di kampus-kampus, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Lalu, di mana tempat PPP? Makanya, ada yang menjuluki PPP sebagai partai orang tua yang memerlukan strategi khusus agar bisa memperpanjang napas.

Nah, strategi itu rupanya adalah dengan berusaha menarik sosok yang banyak disukai kalangan muda dan berkantong tebal, meskipun bukan berasal dari internal PPP. Sandiaga  Uno, nama inilah yang disebut-sebut menjadi bakal calon Ketua Umum PPP yang baru.

Setidaknya ada dua keuntungan yang diincar PPP jika nantinya berhasil memboyong Sandiaga dari petinggi Partai Gerindra menjadi Ketua Umum PPP. Pertama, bertambahnya basis pemilih dari kalangan warga berusia muda dan juga dari komunitas pelaku usaha kecil yang digalang Sandiaga. 

Kedua, tidak adanya hambatan masalah keuangan karena Sandiaga lumayan royal, tidak hitung-hitungan menggunakan uang pribadinya untuk perjuangan politik.

Perlu diingat, masalah dana diduga cukup krusial bagi PPP bila dilihat dari kasus korupsi yang menimpa dua orang ketua umumnya, Suryadharma Ali dan Romahurmuziy.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline