Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Pejabat OJK Jadi Tersangka Kasus Jiwasraya, Regulator Dapat Pelajaran Berharga

Diperbarui: 3 Juli 2020   08:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. gatra.com

Tindak lanjut atas kasus Jiwasraya yang sedang diproses oleh pihak Kejaksaan Agung, mulai memperlihatkan kemajuan. Kabar terbaru seperti yang diberitakan Kompas (26/6/2020), kasus ini juga merembet ke pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator. Menarik bahwa seorang pejabat OJK berinisial FH yang sekarang menjadi Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II ditetapkan sebagai tersangka.

Selama ini ada kesan kalau para pejabat yang berasal dari instansi yang tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan suatu proyek atau bukan eksekutor di lapangan, maka nasibnya relatif aman. 

Nah, OJK yang fungsi utamannya membuat kebijakan dan sekaligus juga mengawasi semua lembaga jasa keuangan, termasuk perusahaan asuransi seperti Jiwasraya, merupakan salah satu instansi yang relatif aman itu. Kalaupun muncul suatu kasus, peran regulator ataupun pengawas, sering hanya sebatas jadi saksi.

Tapi kali ini ceritanya lain. Sebagaimana ditulis Kompas pada edisi besoknya (27/6/2020), FH ketika menjabat Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal OJK, mengetahui adanya penyimpangan transaksi saham PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP) yang harga sahamnya digelembungkan secara signifikan oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro, keduanya berstatus terdakwa pada kasus Jiwasraya.

Ada lagi pengelolaan investasi khusus reksadana dari saham IIKP yang harganya sudah digelembungkan Heru dan Benny, juga diketahui FH. Namun berdasarkan fakta yang ditemukan Direktorat Transaksi Efek/Saham (DPTE) OJK dan Direktorat Pengelolaan Investasi (DPIV) OJK, FH tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap produk reksadana itu. 

Alhasil investasi Jiwasraya tetap berjalan. Karena tidak ada sanksi tegas pada tahun 2016, menyebabkan kerugian yang lebih besar bagi Jiwasraya pada tahun 2018 hingga mencapai Rp 16,8 triliun, sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP-BPK) 2020.

Ringkasnya, bila pihak regulator yang mempunyai kewenangan untuk menjatuhkan sanksi terhadap suatu kesalahan yang fatal karena bisa mendatangkan kerugian besar bagi orang banyak, namun kewenangan itu tidak dilakukannya, maka tentu sudah sepantasnyalah bila dinilai ikut bersalah.

OJK sering disebut sebagai super body mengingat kewenangannya yang luar biasa besar. Jangan-jangan karena itu, ada sebagian oknum OJK yang merasa mereka sebagai untouchable. Maka dengan ditersangkakannya FH, jelas menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi OJK. 

Badan lain yang juga punya kewenangan sebagai regulator tentu juga harus mengambil hikmahnya, seperti Bank Indonesia (BI), meski untuk bidang yang berbeda dengan OJK. Tugas utama BI setelah lahirnya OJK lebih terfokus pada menjaga stabilitas moneter dan mengatur sistem pembayaran.

Bahkan lembaga yang jadi pengawas pun perlu pula senantiasa menjaga sikap profesional dan integritasnya secara konsisten. BPK meskipun bertindak sebagai auditor negara, juga tidak mutlak pasti aman bila ada oknumnya bermain mata dengan instansi yang diperiksa.

Selain BPK, badan lain yang juga berperan dalam pengawasan keuangan adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Pada level kementerian juga ada yang bertindak sebagai pengawas yang disebut dengan Inspektorat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline