Penanganan pencegahan pandemi Covid-19 bukan tugas ringan bagi banyak kepala daerah. Apalagi bagi seorang Wali Kota Bogor, Bima Arya, yang juga sempat sekian lama dirawat sebagai pasien yang terpapar virus yang mengancam seluruh dunia itu.
Jadi kalau Bima menceramahkan betapa pentingnya masyarakat mematuhi protokol kesehatan yang telah diatur pemerintah, akan lebih menggigit, karena ia telah mengalami sendiri bagaimana berjuang mendapatkan kesembuhan selama 22 hari di rumah sakit dan ditambah lagi selama dua mingu di rumah. Bagaimanapun, mencegah jauh lebih baik daripada mengobati.
Letak geografis Bogor juga menambah beban tersendiri bagi Bima. Secara administrasi pemerintahan, jelas-jelas Wali Kota Bogor harus patuh pada Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Namun, agar efektif, justru Bima harus sering-sering berkoordinasi dengan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Soalnya, banyak sekali warga Bogor yang hanya menumpang tidur di Bogor, tapi aktivitas sehari-harinya dilakukan di Jakarta. Sehingga dalam kaitannya dengan pandemi Covid-19, tidak mungkin kebijakan yang diterapkan di Bogor berbeda dengan yang di Jakarta.
Kondisi seperti itu juga dialami oleh Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi. Demikian pula untuk Provinsi Banten, pemerintah daerah di Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang, juga perlu sinkronisasi dengan DKI Jakarta.
Nah menarik juga menyimak apa yang dilontarkan Bima Arya tentang hubungan Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, dan Anies, seperti yang diberitakan detik.com (6/6/2020). Bima mengapresiasi sikap realistis Emil yang menempatkan perspektif yang lebih luas. Emil meminta para kepala daerah yang berdekatan dengan Jakarta untuk berkoordinasi dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Maka langkah yang diambil Bima, selalu dikordinasikan dengan dua gubernur, Emil dan Anies. Hasil koordinasinya dengan Anies, tentu harus dilaporkan kepada Emil, dan sejauh ini Emil cukup bijak dengan tidak memberi instruksi yang tidak senada dengan hasil koordinasi tersebut. Padahal konon Ridwan dan Anies saling bersaing dalam meraih elektabilitas capres 2024 versi banyak lembaga survei.
Mungkin ada masalah yang tidak diungkapkan Bima atau tidak digali oleh para jurnalis. Bukankah ada kesan bahwa Anies sering mengambil sikap yang berbeda dengan pemerintah pusat? Bahkan ini tercium oleh pers asing seolah-olah pemerintah pusat lebih lamban, sedangkan pemerintah DKI Jakarta lebih lincah.
Hal ini menuntut Bima harus pintar memainkan peranannya. Jangan sampai dianggap mbalelo oleh pihak pusat, namun bersamaan dengan itu tetap dalam koridor kebijakan yang terpadu dengan yang digariskan Anies. Hal yang tidak gampang sebetulnya.
Akan sangat tidak sedap dipandang, bila pers membingkai pemberitaannya seolah-olah Anies menghimpun kekuatan yang didukung oleh para kepala daerah di sekitar Jakarta. Kalau iu terjadi, bisa jadi tidak hanya pemerintah pusat yang gerah, tapi Ridwan Kamil juga akan merasa ditelikung oleh para wali kota dan bupati yang berada di bawah koordinasinya.
Tapi syukurlah itu tidak terjadi. Bahkan sebetulnya Jawa Barat relatif bagus dalam menangani pandemi Covid-19, meskipun sejarah mencatat, dua warga Depok merupakan awal kisah masuknya Covid-19 di negara kita. Bandingkan misalnya dengan Jawa Timur yang sekarang menjadi episentrum baru penularan Covid -19, sedangkan Jawa Barat mulai terkendali.