Terlepas dari prestasi di lapangan hijau yang masih terbenam, bahkan untuk level Asia Tenggara sekalipun, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) beruntung mempunyai seorang sekretaris jenderal sekelas Ratu Tisha.
Betapa tidak, ia seorang wanita muda yang energik, pintar, dengan kemampuan berkomunikasi yang hebat, termasuk dalam menyampaikan presentasi dalam bahasa asing. O ya, satu lagi, ia juga cantik.
Tak heran kalau akhirnya Indonesia ditunjuk oleh FIFA, federasi sepak bola dunia, untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 yang menurut rencana akan digelar di beberapa stadion di tanah air tahun depan. Padahal ada beberapa negara lain yang juga menawarkan diri, yang infrastruktur dan prestasi sepak bolanya di atas Indonesia.
Jelaslah bahwa kehadiran Ratu Tisha di tubuh PSSI merupakan sebuah anomali. PSSI pada dasarnya sangat bersifat patriarki, dunianya laki-laki. Dan jangan lupa, PSSI itu masih bergaya feodal dan cenderung oligarki, dengan hanya beberapa orang yang dinilai punya modal, yang disinyalir menjadi penentu dalam pengambilan keputusan.
Dulu sosok Nirwan Bakrie dan kemudian juga Joko Driyono adalah sosok kunci di PSSI, meskipun ketua umumnya datang dan pergi silih berganti. Maka ketika Edy Rahmayadi, seorang perwira tinggi militer, terpilih sebagai Ketua Umum PSSI 2017 lalu, melakukan fit and proper test untuk mengisi jabatan sekretaris jenderal, Ratu Tisha mendapat nilai tertinggi dari sejumlah calon lainnya.
Wanita kelahiran Jakarta 30 Desember 1985 itu sejak remaja sudah terlibat dalam sepak bola. Bukan sebagai pemain, karena sepak bola putri di negara kita memang lagi mati suri, baru sekarang coba dibangkitkan lagi.
Sewaktu duduk di bangku SMA, ia bersekolah di SMA 8 Jakarta, sekolah terfavorit di ibu kota, ia menjadi manajer klub sepak bola (pria) sekolahnya. Kemudian berlanjut di ITB ketika ia mengambil jurusan matematika, Tisha juga menjadi bagian dari tim manajerial PS ITB, yang berada langsung di bawah Liga Mahasiswa Jawa Barat dan Persib Bandung.
Seperti ditulis viva.co.id, Tisha setelah menamatkan kuliah sempat mendapatkan tawaran untuk bekerja di sebuah perusahaan perminyakan asing. Namun Tisha malah mendirikan LabBola, sebuah usaha yang menyediakan jasa data analisis dalam bidang olahraga.
Kiprah Tisha semakin moncreng ketika pada tahun 2013 terpilih ikut pelatihan selama satu setengah tahun yang diselenggarakan oleh FIFA. Hanya 28 orang yang terpilih dari 6400 pelamar.
Di sana Tisha belajar beberapa bidang studi setingkat master, antara lain mengenai sport humanity, manajemen olahraga, dan hukum olahraga. Pada akhir masa pendidikan, Tisha berhasil mendapat peringkat 7 dari 28 peserta yang berasal dari berbagai negara.
Sungguh suatu perjalanan karir yang cemerlang, sehingga pantas Tisha menjadi wanita pertama dan juga termuda yang menduduki kursi Sekjen PSSI. Bahkan di kancah internasional pun Tisha berhasil mencuri perhatian.