Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akhirnya memperlihatkan ketegasannya dalam menata kembali jumlah BUMN beserta anak-cucunya yang dinilai sudah terlalu banyak.
Memang sekitar satu atau dua bulan setelah Erick Thohir menduduki kursi Menteri BUMN, sudah terbetik berita bahwa Erick akan menutup anak dan cucu BUMN yang keberadaannya tidak memberikan manfaat secara signifikan kepada BUMN induknya atau buat masyarakat banyak.
Namun berita itu hanya terkesan sekadar wacana saja dan publik masih perlu menunggu keseriusan Erick. Gaya demikian sebetulnya tidak mengagetkan. Menteri baru lazim melontarkan gagasan yang mendapat tempat dalam pemberitaan media massa, namun biasanya lemah dalam implementasi.
Untunglah hal itu tidak berlaku buat Erick Thohir. Baru-baru ini tersiar kabar bahwa sebanyak 51 anak dan cucu BUMN akan segera ditutup. Hal ini antara lain ditulis di kompas.com (3/4/2020).
51 perusahaan anak cucu BUMN tersebut berasal dari 3 perusahaan induk, yakni Garuda Indonesia, Pertamina dan Telkom. Ada 6 perusahaan yang terkena penutupan di grup Garuda Indonesia, 25 di Pertamina dan 20 di Telkom.
Adapun mekanisme penutupan perusahaan di atas, ada yang memakai pola merger, likuidasi, ataupun divestasi. Merger maksudnya digabungkan dengan BUMN atau anak BUMN lain.
Contoh dari masa lalu yang dinilai sebagai merger yang sukses adalah menggabungkan 4 bank BUMN yakni Bank Ekspor Impor Indonesia, Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, dan Bank Pembangunan Indonesia menjadi Bank Mandiri.
Sedangkan penutupan dengan cara likuidasi bisa diartikan betul-betul ditutup dengan melego aset yang tersisa. Kemudian pola divestasi, artinya dijual kepada pihak swasta, sehingga yang tadinya anak atau cucu perusahaan BUMN, statusnya berubah menjadi perusahaan swasta.
Dikutip dari harian Kompas, Sabtu (4/4/2020), restrukturisasi yang tengah dilakukan Kementerian BUMN tersebut ditargetkan bisa memangkas hingga 70 persen dari 142 perusahaan BUMN dan 800 anak usaha BUMN yang ada saat ini.
Lewat restrukturisasi, kluster bidang usaha juga akan disusutkan dari 27 kluster bisnis menjadi 14 kluster. Tujuannya adalah untuk mendorong efisiensi dan membantu kondisi arus kas perusahaan yang saat ini juga kelimpungan terdampak Covid-19.
Meskipun pemerintah mengatakan bahwa program perampingan tersebut tidak akan mengorbankan para karyawan dari perusahaan yang ditutup, namun tetap saja memunculkan kekhawatiran, terutama tentu saja bagi karyawan di sejumlah BUMN beserta keluarga yang menjadi tanggungannya.