Alhamdulillah meskipun hanya lewat WhatsApp, saya menerima undangan dari seorang teman yang akan menikahkan anaknya. Saya pikir teman tersebut sudah lupa dengan saya, karena sudah lumayan lama kami tidak bertemu, mungkin sudah lebih dari 20 tahun.
Sejak maraknya pertemanan melalui grup media sosial, teman-teman yang puluhan tahun tidak bertemu pun, bisa kembali terhubung, meskipun melalui dunia maya. Toh tinggal diatur saja waktunya, bila ingin kopi darat, alias bertemu di dunia nyata.
Terlepas dari tertundanya acara resepsi pernikahan tersebut yang harusnya berlangsung di awal Juli 2020 ini, dan akhirnya diundur karena memenuhi kebijakan pemerintah yang masih melarang acara resepsi pernikahan, saya menganggap penting undangan tersebut.
Mungkin saja awalnya, pihak pengundang memperkirakan pada bulan Juli sudah tidak ada pembatasan sosial. Ternyata, meskipun diganti dengan istilah new normal, untuk acara resepsi pernikahan di sebuah gedung, masih belum memungkinkan. Meskipun demikian, pelaksanaan akad nikah yang dihadiri orang yang sangat sedikit, sudah banyak terdengar.
Bukan semata-mata gara-gara pandemi Covid-19 saja, saya memang sudah relatif jarang berkumpul dengan teman-teman, baik teman kuliah maupun teman sesama memulai karir di sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Khusus dengan teman-teman kerja, saya dapat memaklumi. Setelah saya tidak lagi punya jabatan tertentu, dan label pensiunan melekat pada diri saya, maka tentu saja sudah konsekuensinya jarang menerima undangan. Diakui atau tidak, sebagian tamu yang diundang di acara seperti resepsi pernikahan adalah karena jabatan yang disandang, bukan karena individunya.
Buktinya, mereka yang punya jabatan tertentu akan diperlakukan secara istimewa pada resepsi pernikahan. Mereka mendapat pengawalan khusus, sehingga begitu datang bisa langsung tidak ikut barisan yang mengantre panjang, untuk memberikan ucapan selamat kepada pasangan pengantin dan pasangan orang tua pengantin.
Tempat menikmati makanan bagi para tamu VIP tersebut juga dilokalisir secara khusus. Sedangkan tamu biasa, setelah kaki pegal mengantre buat bersalaman, harus antre lagi untuk mendapatkan sepiring makanan, bahkan dengan risiko kehabisan.
Sebetulnya meskipun saya sudah pensiun, hingga sekarang masih tetap bekerja di BUMN "sebelah", masih satu jenis dengan BUMN tempat saya yang dulu. Hanya saja, status saya sebagai tenaga part time, sehingga jelas bukan posisi yang bergengsi untuk sering mendapat undangan resepsi pernikahan.
Makanya, karena saya merasa sudah terlupakan oleh banyak teman-teman lama, menerima undangan resepsi pernikahan sungguh menjadi hal yang membahagiakan saya. Yang paling saya rindukan di acara seperti itu, seperti yang sering saya alami, adalah bersilaturahmi dengan banyak sahabat yang sudah lama tidak bertemu.
Saling menyalami, bahkan berlanjut dengan cipika cipiki, dan tentu saja kemudian terlibat dalam pembicaraan akrab diselingi berhaha-hihi, menjadi penghias suasana bila sudah bertemu teman-teman lama.