Salah satu strategi yang diterapkan pemerintah untuk menambah devisa selain dari meningkatkan ekspor produk-produk Indonesia adalah dengan menggenjot sektor pariwisata. Diharapkan wisatawan asing akan berbondong-bondong datang ke negara kita yang sekaligus berarti membawa devisa.
Semakin lama wisatawan asing tinggal karena banyak objek wisata yang ingin dinikmatinya, semakin banyak pula mereka menukarkan mata uang negara asalnya ke dalam mata uang rupiah agar bisa berbelanja. Begitulah mekanisme bertambahnya cadangan devisa dari sektor pariwisata.
Selain Bali sebagai pintu gerbang utama masuknya wisatawan asing, gerbang baru yang perkembangannya cukup menjanjikan adalah Pulau Batam. Batam sendiri awalnya dirancang sebagai kota industri, tapi kemudian wisatawan dari negara jiran Singapura dan Malaysia menyukainya dan memenuhi Batam terutama setiap akhir pekan.
Kedekatan jarak yang hanya "sepelemparan batu" dari Singapura atau Johor Malaysia dan banyaknya frekuensi angkutan laut dengan waktu tempuh sekitar 45 menit itu, menjadi faktor yang menguntungkan untuk berkembangnya pariwisata Batam dan pulau-pulau di sekitarnya seperti Bintan dan Karimun.
Kebanyakan wisatawan tersebut berbelanja barang kebutuhan sehari-hari di Batam karena harganya lebih murah ketimbang dibeli di negara tetangga. Mie instan salah satu contoh barang yang diborong mereka.
Berburu kuliner juga menjadi tujuan banyak wisatawan asing di Batam. Selain itu, wisata alam, terutama pantai dan taman dekat jembatan yang menghubungkan Pulau Batam dan Pulau Galang yang menjadi ikon pariwisata Batam, juga menjadi pilihan wisatawan.
Bagi wisatawan Singapura dan Malaysia yang beretnis Melayu, mereka juga tertarik menikmati wisata budaya bila ada pertunjukan seni atau berkunjung ke Istana Raja Ali Haji di Pulau Penyengat, di seberang kota Tanjungpinang, Pulau Bintan.
Kesamaan bahasa dan budaya sesama etnis Melayu degan masyarakat Melayu Riau, membuat warga Melayu Singapura dan Melayu Malaysia tidak merasa asing. Bahkan tidak sedikit yang punya hubungan kekerabatan antar WNI dan WNA.
Tapi faktor-faktor pendukung di atas bisa tidak berarti bila ada kecerobohan yang berakibat fatal pada para wisatawan. Salah satunya adalah yang belum lama ini terjadi yang mencerminkan lemahnya perhatian pada keselamatan pengunjung di lokasi wisata.
Apa yang terjadi ketika 60 orang berada di atas jembatan berlantai papan dengan tiang penyangga dari kayu, yang membentuk beberapa kelompok yang lagi asyik berswafoto?
Itulah yang terjadi di Montigo Resort, Nongsa, Batam, Kamis (7/11/2019) lalu. Seperti dilansir dari kompas.com (8/11/2019), jembatan yang diduga kakinya lapuk membuat lantainya yang berada 5 meter di atas permukaan laut itu roboh seketika.