Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Gojek Enggan Melantai di Bursa Saham, Belum Siap Transparan?

Diperbarui: 1 November 2019   13:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hoesen (dok. kompas.com)

Hoesen, Kepala Eksekutif Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Pengawasan Pasar Modal, menilai perusahaan pengelola aplikasi Gojek belum siap untuk transparan karena menyangkut rahasia bisnis agar tidak gampang ditiru orang lain.

Makanya OJK enggan melanjutkan upaya mendorong PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (nama resmi perusahaan pengelola Gojek) untuk go public dengan menjual sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Pernyataan Hoesen di atas dapat dilacak pada banyak pemberitaan di media massa, salah satunya dari laman indopremier.com (27/10/2019). Memang Hoesen mendapat informasi dari Menkominfo terdahulu, Rudiantara, bahwa Gojek punya rencana untuk melakukan Initial Public Offering (IPO), atau penawaran perdana saham ke publik.

"Itu kan baru rencana. Sekarang beliau Nadiem Makarim menjadi menteri. Mesti ditanya lagi. Jadi atau nggak untuk IPO?", ujar Hoesen lebih lanjut.  Saat ini OJK tidak tahu dan belum pernah berbicara sejauh itu dengan Gojek.

Memang bagi kalangan akuntan, terlepas dari tudingan kurang transparan di atas, perusahaan rintisan yang sudah berkelas unicorn seperti Gojek, menjadi tantangan tersendiri untuk dapat menghitung asetnya secara tepat.

Masalahnya, aset fisik yang gampang diukur dalam satuan mata uang, baik dalam rupiah atau mata uang asing tertentu,  di perusahaan tersebut relatif tidak begitu besar.

Mungkin ada jutaan kendaraan, roda dua dan roda empat, yang menjadi mitra Gojek. Tapi semuanya bukan aset milik perusahaan, namun milik masing-masing mitranya yang biasanya sekaligus juga pengemudi.

Aset Gojek yang dinilai mahal adalah yang bersifat non fisik atau intangible assets berupa aplikasi yang selalu dikembangkan dan berhasil menjaring puluhan juta pelanggan yang menggunakan aplikasi tersebut.

Big data yang terhimpun dari aktivitas pelanggan juga amat mahal nilainya. Tapi bagaimana menghitungnya masih menjadi perdebatan dan belum ada pada buku teks yang diajarkan di fakultas ekonomi jurusan akuntansi.

Namun para investor kelas kakap berani menaruh uangnya sampai triliunan rupiah di perusahaan unicorn. Tentu mereka tidak ingin berjudi dan telah melakukan due dilligence sebelum berinvestasi.

Nah, dihubungkan dengan pernyataan Hoesen di atas, kalau memang ada rahasia bisnis yang ingin ditutupi oleh Gojek, masih menjadi tanda tanya di bagian mana? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline