Betul bahwa sekarang sudah tak ada lagi kubu 01 dan 02. Kita bersyukur drama pilpres 2019 berakhir dengan happy ending. Pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin telah dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024. Pasangan yang kalah, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sudah menerima dengan sportif dan hadir dalam acara pelantikan tersebut.
Bahkan sekarang persatuan antar dua kubu makin dipertegas dengan masuknya Prabowo sebagai salah satu menteri pada Kabinet Jokowi Jilid 2. Seharusnya pada tingkat akar rumput pun, tak ada lagi keterbelahan masyarakat. Saatnya semua harus melebur menyukseskan pembangunan nasional.
Tapi apa betul tak ada lagi riak-riak pertentangan? Gampang menemukan jawabannya, lihat saja komentar yang berserakan di media sosial. Ternyata kondisinya belum sebagus yang diharapkan. Bahkan bisa disebut makin rumit, karena masyarakat tidak terbelah dua seperti sebelumnya, namun terbelah empat, karena di masing-masing kubu memebelah diri menjadi dua.
Dari pendukung Jokowi-Ma'ruf misalnya terpecah menjadi yang setuju dengan masuknya Prabowo di kabinet dan yang tidak setuju. Maksudnya pendukung di sini bukan pengurus partai pengusung, tapi kalangan masyarakat yang memilih pasangan Jokowi-Ma'ruf pada pilpres lalu, terutama yang aktif bersuara di media sosial.
Alasan yang setuju adalah agar program Jokowi tak ada lagi yang ngerecoki, agar perdamaian antar elite terpelihara dengan baik. Adapun yang tidak setuju adalah yang meragukan niat baik Prabowo, takut nanti muncul matahari kembar atau Jokowi seperti memelihara anak macan. Termasuk pula ada yang berkomentar kenapa harus terlalu baik bagi kelompok yang dulu habis-habisan merendahkan kemampuan Jokowi.
Begitu pula di kalangan pemilih Prabowo-Sandi, tak terhindarkan lagi, jadi terbelah dua. Pemilih yang simpatisan PKS jelas menyayangkan langkah Prabowo karena menilai secara ideologi, Jokowi berbeda dengan yang dimaui mereka. Artinya Prabowo dianggap membelot atau berkhianat, telah berubah ideologi dan tunduk pada kemauan Jokowi.
Sedangkan yang setuju dengan langkah yang diambil Prabowo, tentu saja karena mendapat kursi menteri pun sudah "sesuatu" ketimbang tidak dapat apa-apa. Bak kata pepatah: tak ada rotan, akar pun jadi. Tak jadi Presiden, menteri pun gak apa apa. Lagi pula, Prabowo jadi punya kesempatan buat menerapkan gagasannya, paling tidak di kementerian yang dipimpinnya.
Kalau begitu, para penentang masuknya Prabowo di kabinet, baik yang berasal dari pendukung Jokowi maupun pendukung Prabowo, apakah bisa bersatu sekarang? Tidak juga, karena meski sama-sama tidak senang masuknya Prabowo ke kabinet, namun alasan yang mendasarinya jauh berbeda.
Bahkan boleh dibilang perbedaan mereka makin tajam, karena dari awal sudah saling mencurigai. Yang satu menuduh Prabowo telah berkhianat, yang satu lagi takut Prabowo diam-diam akan menelikung Jokowi. Intinya, kedua kelompok ini memang sudah dari sono-nya tidak ingin ada perdamaian.
Adapun yang setuju Prabowo bergabung di kabinet, baik dari kelompok pendukung Jokowi maupun pendukung Prabowo, ada harapan hubungannya mulai membaik.
Yang pro Jokowi berkomentar bahwa Prabowo sudah berubah, tak lagi tersandera kelompok religius. Sedangkan yang pro Prabowo berkomentar bahwa Jokowi pemimpin yang berjiwa besar, mau menerima gagasan Prabowo.