Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Pengawasan Penggunaan Medsos dan Dilema bagi Dosen PTN

Diperbarui: 19 Oktober 2019   09:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi sosial media. (via: qureta.com)

Tindakan tegas di lingkungan militer dengan mencopot jabatan dari pejabat yang istrinya tidak bijak dalam menggunakan media sosial (medsos), merupakan shock therapy bagi yang lain, khususnya yang menerima gaji dari anggaran negara. 

Sekarang harus berhati-hati, tak bisa lagi secara spontan memposting sesuatu di medsos. Timbang dulu akibatnya, apakah akan mendatangkan hal yang negatif? Tentu sangat riskan bila karir yang dijalani sekian lama menjadi taruhannya.

Apalagi setelah itu beredar berita tentang rencana pemerintah untuk mengawasi akun medsos semua Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ditafsirkan bahwa ASN tidak boleh mengkritisi pemerintah.

Padahal melakukan kritik sepanjang bersifat konstruktif, justru diperlukan sebagai masukan untuk tindakan perbaikan. Hanya saja mungkin pemerintah menghendaki kritik tersebut tidak lagi dilakukan melalui medsos karena rawan menggelinding menjadi bola liar.

Berbicara tentang ASN, yang selama ini termasuk rajin menyampaikan pandangan yang bisa jadi berseberangan dengan pemerintah, adalah ASN dari kelompok dosen yang jumlahnya pasti banyak sekali.

Soalnya sekarang Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tempat para dosen berstatus ASN mengabdi, jumlahnya juga selalu bertambah. Di sebuah ibu kota provinsi saja, rata-rata punya beberapa PTN. 

Bahkan sekarang banyak pula kota kabupaten yang punya universitas negeri. Belum lagi yang berupa politeknik yang tersebar di berbagai penjuru tanah air. Selain itu, juga ada dosen yang berstatus ASN tapi diperbantukan untuk menjadi pengajar di Perguruan Tinggi Swasta (PTS).

Selama ini, dengan dalih mempunyai kebebasan akademik, seorang dosen relatif tidak pernah takut untuk melancarkan kritik kepada pemerintah, atau mengkritisi kebijakan Presiden. 

Seperti sekarang, banyak dosen PTN yang meminta Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang KPK, di antaranya dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, Feri Amsari, yang kerap menjadi narasumber untuk pemberitaan di media massa.

Bukankah itu bisa dibaca sebagai kritik terhadap pemerintah yang setuju dengan revisi UU KPK? Tapi oleh Feri Amsari dinilai malah melemahkan KPK, dan Perppu merupakan cara yang tepat untuk mencegah UU KPK hasil revisi tersebut berlaku.

Nah, terhadap pandangan seperti itu, baik disampaikan di depan jurnalis untuk dimuat di media massa, pada saat talk show di televisi, melalui tulisan yang bersifat opini di media cetak, sewaktu berceramah, atau dalam bentuk lainnya, harusnya tidak menimbulkan hambatan secara kedinasan bagi dosen yang bersangkutan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline