Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Berburu Promo Tetap Perlu Akal Sehat

Diperbarui: 20 Agustus 2019   21:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Liputan6.com

Bertubi-tubi berbagai aplikasi di hape saya memberikan notifikasi adanya program promosi (sekarang sering disingkat sebagai promo). Seperti biasanya, jarang pesan seperti itu saya baca dengan serius.

Soalnya, saya bukan tipe orang yang berbelanja karena ada promo. Tapi sebaliknya, bila saya membutuhkan sesuatu, baru saya mencari info apakah ada promo untuk barang atau jasa yang mau saya beli.

Andai pun tidak ada promo, bila saya sudah berniat membeli sesuatu, mau tak mau tetap saja saya beli. Karena biasanya saat itu barang tersebut betul-betul dibutuhkan dan saya sudah menyiapkan anggaran dengan harga normal. Tentu bila ada promo akan ada penghematan anggaran bagi saya.

Mungkin karena faktor usia, bahwa saya tidak lagi anak muda yang perlu bergaya, yang artinya saya tidak perlu mengikuti gaya hidup yang lagi ngetrend. 

Namun saya tidak begitu yakin apa benar faktor usia yang membuat saya seperti itu pola konsumsinya. Sebagai perbandingan, ada seorang saudara sepupu saya yang umurnya hanya beda tipis dengan saya, namun perilakunya berbeda jauh. Ya, kami sama-sama berusia kepala lima. Tidak muda, tapi belum ikhlas disebut tua.

Ia hampir setiap hari mencari info promo apa saja yang ada. Ia boleh dikatakan punya semua aplikasi pembayaran non tunai seperti Gopay, Ovo, Dana, Linkaja, dan sebagainya. Kartu debit dan kartu kreditnya pun lumayan banyak. 

Nah, dari berbagai info promo tersebut, baru ia memutuskan akan berbelanja di mana, membeli barang atau jasa apa, serta membayar dengan cara bagaimana. Tentu saja ia memilih program promo yang paling besar diskonnya.

Bahkan sekadar mau makan siang atau malam saja, ia menghabiskan waktu sekitar setengah jam hanya buat mencari informasi tentang restoran mana atau aplikasi sistem pembayaran apa yang lagi promo.

Tapi saudara sepupu saya itu memang seorang wanita. Apakah karena faktor gender yang membuat pola konsumsi kami berbeda? Tampaknya tidak juga. Masalahnya istri saya tidak beda jauh dengan saya.

Atau karena faktor etnis? Saya sering mendengar cerita orang lain bahwa ada etnis tertentu yang cenderung pelit, tapi ada juga etnis tertentu yang suka berfoya-foya. Biar kantong kempes namun yang penting bergaya.

Terhadap hal ini saya berani menegaskan bahwa faktor etnis bukanlah menjadi pembeda, karena saya dan saudara sepupu di atas berasal dari etnis yang sama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline