Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Kisah Miris dari Langkat, Gadis Kecil Jual Diri demi Bisa Sekolah

Diperbarui: 27 Juli 2019   15:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Tribunnews.com

Derap pembangunan di tanah air yang melaju makin kencang telah banyak mebuahkan hasil. Tak usahlah kita berbicara yang berbau akademis yang menampilkan grafik penurunan jumlah penduduk miskin selama dua puluh tahun terakhir.

Toh dengan kasat mata kita bisa melihat jumlah kepemilikan kendaraan bermotor melonjak luar biasa. Saat ini mayoritas rumah tangga di negara kita sudah punya motor, bahkan kalau di perkotaan punya mobil sudah hal yang biasa.

Pasar swalayan telah hadir sampai ke kota-kota di berbagai pelosok, demikian pula gerai makanan merek terkenal yang dulunya hanya ada di kota besar, sekarang makin menyebar. Tentu bisa diartikan bahwa daya beli masyarakat semakin meningkat.

Namun selalu saja ada anggota masyarakat yang tercecer dan tak bisa mengikuti derap langkah pembangunan tersebut. Salah satunya seperti terbaca pada sebuah berita miris yang ditulis Kompas.com (26/7/2019).

Berita miris dimaksud tentang seorang gadis kecil berinisial DPS (14 tahun) yang bersama adiknya PA (9 tahun) tinggal bersama kakeknya, seorang pekerja serabutan di Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Ibu kedua anak itu tidak jelas tinggal di mana, sedangkan ayahnya diduga menderita gangguan jiwa dan menggelandang di jalan. DPS yang ingin sekali bersekolah dan seharusnya tahun ini sudah duduk di bangku SMP, suatu kali berhasil menemui ibunya dan menyampaikan keinginannya tersebut.

Tapi jawaban si ibu sungguh di luar dugaan. "Tak perlu sekolah, tak ada uang. Kalau tetap mau sekolah, jual saja dirimu", kata si ibu, seperti diceritakan Kanit Reskrim Polsek Sunggal, Iptu  M Syarif Ginting kepada Kompas.com.

DPS akhirnya menemui tantenya SZ (23 tahun) di Kota Binjai. Si tante tega menjual keperawanan keponakannya sendiri melalui germo SA. DPS dihargai Rp 10 juta dan beruntung yang memesan adalah polisi yang menyamar, sehingga Iptu Syarif berhasil menyergapnya.

Kapolsek Sunggal Kompol Yasir Ahmadi yang datang langsung ke rumah kakek yang memelihara DPS merasa prihatin dengan kemiskinan yang melilitnya. Sekarang DPS dan PA menjadi anak angkat kapolsek tersebut.

Sebetulnya berkemungkinan besar masih banyak kisah seperti itu yang tidak terungkap ke publik. Artinya, meskipun di satu sisi harus diakui telah terjadi peningkatan kesejahteraan sebagian masyarakat, namun pemerintah melalui Kementerian Sosial atau dinas sosial di masing-masing kota dan kabupaten harus lebih aktif lagi terjun ke lapangan, menemukan dan membantu mereka yang didera kemiskinan.

Bahwa ada pejabat kepolisian yang berbaik hati mengangkat anak atau menjadikan anak-anak yang tidak beruntung sebagai anak asuh, tentu hal yang positif. Tapi sesungguhnya itu domain-nya dinas sosial, bukan tanggungan polisi secara pribadi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline