Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Penduduk Desa Makin Sedikit, Anak Kota Jangan Putus Hubungan dengan Kampung Halaman

Diperbarui: 15 Agustus 2019   12:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah desa di Sumbar (antaranews.com)

Jangan pernah meragukan kecintaan saya terhadap Indonesia. Namun bersamaan dengan itu saya juga mencintai Minangkabau karena saya ditakdirkan lahir sebagai orang Minang. 

Memang saya sudah lama menjadi penduduk DKI Jakarta, tapi setiap ada yang bertanya saya berasal dari mana, dengan mantap saya menyebut sebagai orang Minang.

Demikian pula kepada anak-anak saya, meskipun semuanya kelahiran Jakarta dan tidak mampu berbahasa Minang, hanya sekadar mengerti bila ada yang berbicara, saya tanamkan pada mereka rasa ke-Minang-an.

Namun saya relatif sering menjumpai orang berdarah Minang di Jakarta yang sudah tidak bangga lagi dengan daerah yang menjadi asal usul kedua orang tuanya. Mereka yang seperti ini lahir dan besar di Jakarta dan orang tuanya pun jarang sekali mengajak pulang menengok kampung halaman.

Ada beberapa alasan kenapa seseorang seperti kehilangan jejak dengan kampung halamannya. Pertama, karena tak ada lagi famili inti di kampung, baik karena sudah meninggal, maupun sama-sama merantau di tempat yang sama atau menyebar. 

Kedua, orang tuanya memang berniat "merantau cino" yakni istilah orang Minang bagi para perantau yang tak punya keinginan untuk kembali ke kampung. 

Mungkin dulu pernah dilecehkan, dimarahi habis-habisan oleh orang yang dituakan di kampung, atau bentuk kekecewaan lainnya, termasuk kisah asmara kasih tak sampai. Akhirnya malah menimbulkan dendam dengan putusnya hubungan dengan kampung halaman.

Ketiga, karena alasan ekonomi, tak punya uang untuk pulang kampung dan malu ketahuan tidak berhasil secara materi di perantauan. Ini berkaitan pula dengan konsep harga diri. 

Keempat, orang tua yang telah lama hidup di rantau menanamkan hal negatif tentang budaya di kampung atau sifat orang-orang se sukunya, sehingga anak-anaknya lebih suka disebut sebagai anak Jakarta, bila memang tinggal di Jakarta.

Padahal sebetulnya tak ada etnis Jakarta. Mereka yang tinggal di Jakarta ini harusnya tahu asal usulnya apakah berdarah Jawa, Sunda, Banten, Betawi, Aceh, Melayu, Batak, Minang, Bugis, Dayak, Bali, Tionghoa, Arab, Indo, dan sebagainya, termasuk campuran dari yang ditulis di atas.

Nah perkawinan campuran tersebut adakalanya melahirkan relasi yang kurang berimbang. Ada teman saya yang menikah dengan gadis Sunda, terus karena kedekatan sang Ibu, anak-anaknya lebih merasa sebagai orang Sunda ketimbang orang Minang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline