Presiden Jokowi bergerak cepat. Meskipun periode kedua pemerintahannya belum dimulai, namun setelah ada pengesahan dari KPU tentang kemenangan pasangan Jokowi-Ma'ruf pada pilpres lalu, tampaknya rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke kota lain di luar Pulau Jawa semakin mendapat kepastian.
Liputan6.com (10/7/2019) menurunkan berita berjudul "Jokowi Segera Umumkan Lokasi Ibu Kota Baru". Pada berita tersebut terdapat penjelasan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro, yang mengatakan bahwa masih ada dua lokasi di Kalimantan yang cocok menjadi ibu kota, dan kepastiannya akan segera diumumkan oleh Presiden Jokowi.
Jelas sudah, yang dipilih adalah Pulau Kalimantan, karena secara geografis relatif berada di tengah-tengah, dekat ke wilayah Indonesia Barat, juga dekat ke Indonesia Timur. Nantinya ibu kota baru akan dibangun secara ramah lingkungan mengingat keberadaan Kalimantan sebagai paru-paru dunia.
Dua lokasi dimaksud semakin jelas dari berita tribunnews.com (12/7/2019) yakni di Kalimantan Timur atau Kalimantan Tengah. Namun seorang ekonom dari Universitas Mulawarman Samarinda, Aji Sofyan Effendi, menilai Pemprov Kaltim kurang aktif berperan menyambut rencana pemindahan ibu kota. Secara tersirat Aji Sofyan menduga Kalteng yang akhirnya terpilih karena didukung secara gencar oleh pemprov setempat.
Bila demikian, apakah Palangkaraya, sesuai dengan rencana yang disusun Presiden pertama RI, Soekarno, atau kota lain di Kalteng yang akan terpilih? Bahkan bisa juga yang dipilih kota yang belum ada dalam arti akan dibangun dari nol. Itu yang perlu kita tunggu dari pengumuman Presiden Jokowi.
Tentu yang deg-degan menunggu pengumuman penting tersebut bukan saja Gubernur Kalteng dan Gubernur Kaltim, tapi juga para spekulan tanah di kedua provinsi itu yang ingin menangguk untung besar dari pembebasan lahan.
Biasalah, para pebisnis yang penciumannya tajam juga akan bergerak cepat. Jadi, ongkos pembangunan yang pasti amat mahal tidak saja dikeluarkan pemerintah, namun juga akan menarik minat pihak swasta untuk berinvestasi seperti membangun hotel, mal, perumahan, sekolah, rumah sakit, dan sebagainya di lokasi yang terpilih.
Maka terlepas dari daerah manapun yang terpilih, polemik tentang perlu tidaknya pemindahan ibu kota sebaiknya dihentikan saja. Saatnya kita kompak mendukung keputusan pemerintah.
Mungkin yang lebih diperlukan adalah masukan tentang cara atau tahapan pembangunannya, agar di penghujung masa kepemimpinan Presiden Jokowi pada tahun 2024 paling tidak aktivitas Presiden, Wapres dan para menteri sudah bisa dilakukan di ibu kota baru, meskipun misalnya pembangunan secara fisik belum sepenuhnya rampung dan wajah ibu kota baru belum tertata rapi.
Masalahnya bila pada akhir tahun 2024 nanti, Presiden berganti kepada figur dari partai yang sekarang jadi oposisi, khawatirnya keputusan pemindahan ibu kota dimentahkan lagi.
Namun bila rekonsiliasi Jokowi-Prabowo segera terwujud atau proses pembahasan di parlemen tentang anggaran pembangunan yang akan dialokasikan setiap tahun untuk pembangunan ibu kota baru berlangsung mulus, kita optimis mimpi besar yang sudah lama digadang-gadang akan menjadi kenyataan.