Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Jangan Biarkan Perusahaan Tekfin Jadi Mesin Pencuci Uang

Diperbarui: 10 Juli 2019   07:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. republika.co.id

Kompas (20/6/2019) menulis tentang sisi negatif perusahaan teknologi finansial (tekfin) yang menyediakan fasilitas kredit melalui aplikasi. Ini bukan yang pertama Kompas mengangkat isu tekfin. Tapi aspek yang dibahas kali ini berbeda dengan yang sebelumnya. 

Menarik mencermati hal di atas karena selama ini berita yang mengemuka lebih banyak menyoroti praktik pemberian kredit dari perusahaan tekfin. Proses pencairan kreditnya amat gampang, tapi akhirnya "menjerumuskan" para peminjam dalam kondisi terlilit utang yang jumlahnya naik berlipat-lipat dibanding jumlah utang semula.

Nah, berita Kompas di atas justru mengangkat hal yang selama ini cenderung terlupakan, yakni dari mana perusahaan-perusahaan tekfin tersebut mendapatkan dana? Tanpa dana yang mencukupi tentu tekfin tak bisa mengucurkan kredit.

Ketersediaan dana tersebut lazim disebut dengan likuiditas yang bagi sebuah bank merupakan faktor paling penting. Bayangkan bagaimana bank akan menyalurkan kredit bila nasabah yang menyimpan dananya di bank tersebut amat sedikit. 

Maka jangan heran kalau bank lebih sering berpromosi dengan kalimat: "manabunglah di bank kami" ketimbang "meminjamlah ke bank kami". Soalnya lebih gampang mencari peminjam dibanding mencari penabung.

Secara ketentuan, hanya bank yang diperkenankan menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito dan tabungan. Dalam skala terbatas, koperasi juga diperkenankan menerima simpanan dari anggotanya.

Perusahaan multifinance yang banyak memberikan kredit pemilikan kendaraan, tidak boleh menghimpun dana dalam bentuk giro, deposito atau tabungan. Jadi sumber dananya lebih banyak berasal dari pinjaman jangka panjang yang diberikan bank, atau dari menjual obligasi (surat utang) yang diterbitkan perusahaan multifinance tersebut.

Masalahnya, tekfin itu perusahaan jenis apa? Apakah boleh menerima giro, deposito atau tabungan dari masyarakat? Mengacu pada berita Kompas tersebut, ternyata memang belum ada regulasi yang mengatur sumber dana perusahaan tekfin.

Maka wajar bila  Kompas menyimpulkan perusahaan tekfin rawan dimanfaatkan untuk pencucian uang. Padahal jika seorang nasabah bank menyetor di atas jumlah tertentu, baik untuk membuka rekening baru ataupun setoran untuk rekening yang sudah ada, akan diminta mengisi formulir yang menjelaskan sumber dananya dari mana. 

Nasabah yang menerima transfer di luar kebiasaannya juga akan ditanya pihak bank. Misalnya seorang pegawai negeri yang hanya punya dana masuk ke rekeningnya setiap tanggal gajian, tiba-tiba menerima uang dalam jumlah besar, harus siap-siap menjelaskan sumbernya. Tentu saja tidak selalu berkaitan dengan korupsi, bisa jadi dari hasil menjual warisan.

Data sumber dana yang disetorkan nasabah tersebut akan dilaporkan bank ke lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Bila ada indikasi setoran ke bank sebagai pencucian uang, tentu akan diambil tindakan sesuai hukum yang berlaku. Seperti diketahui di negara kita telah ada ketentuan hukum tentang Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline